Ilmu Tasawuf
12 April 2010 oleh
mutiarazuhud
Pendapat KH Siradjuddin Abbas, dalam buku beliau “40 Masalah Agama” Jilid 3, hal 30.
Ilmu Tasawuf adalah salah satu cabang dari ilmu-ilmu Islam utama, yaitu ilmu Tauhid (Usuluddin), ilmu Fiqih dan ilmu Tasawuf.
Ilmu Tauhid untuk bertugas membahas soal-soal i’tiqad, seperti
i’tiqad mengenai keTuhanan, keRasulan, hari akhirat dan lain-lain
sebagainya .
Ilmu Fiqih bertugas membahas soal-soal ibadat lahir, seperti sholat, puasa, zakat, naik haji dan lain
Ilmu Tasawuf bertugas membahas soal-soal yang bertalian dengan
akhlak dan budi pekerti, bertalian dengan hati, yaitu cara-cara ikhlas,
khusyu, tawadhu, muraqabah, mujahadah, sabar, ridha, tawakal dan
lain-lain.
Ringkasnya: tauhid ta’luk kepada i’tiqad, fiqih ta’luk kepada ibadat, dan tasawuf ta’kluk kepada akhlak
Kepada setiap orang Islam dianjurkan supaya beri’tiqad
sebagaimana yang diatur dalam ilmu tauhid (usuluddin), supaya beribadat
sebagaimana yang diatur dalam ilmu fiqih dan supaya berakhlak sesuai
dengan ilmu tasawuf.
Agama kita meliputi 3 (tiga) unsur terpenting yaitu, Islam, Iman dan Ihsan
Sebuah hadits menguraikan sebagai berikut:
Pada suatu hari kami (Umar Ra dan para sahabat Ra) duduk-duduk bersama
Rasulullah Saw. Lalu muncul di hadapan kami seorang yang berpakaian
putih. Rambutnya hitam sekali dan tidak tampak tanda-tanda bekas
perjalanan. Tidak seorangpun dari kami yang mengenalnya. Dia langsung
duduk menghadap Rasulullah Saw. Kedua kakinya menghempit kedua kaki
Rasulullah, dari kedua telapak tangannya diletakkan di atas paha
Rasulullah Saw, seraya berkata,
“Ya Muhammad, beritahu aku tentang Islam.”
Lalu Rasulullah Saw menjawab, “Islam ialah bersyahadat bahwa tidak ada
tuhan kecuali Allah dan Muhammad Rasulullah, mendirikan shalat,
menunaikan zakat, puasa Ramadhan, dan mengerjakan haji apabila mampu.”
Kemudian dia bertanya lagi, “Kini beritahu aku tentang iman.”
Rasulullah Saw menjawab, “Beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya,
kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari akhir dan beriman kepada Qodar
baik dan buruknya.”
Orang itu lantas berkata, “Benar. Kini beritahu aku tentang ihsan.”
Rasulullah berkata, “Beribadah kepada Allah seolah-olah anda melihat-Nya
walaupun anda tidak melihat-Nya, karena sesungguhnya Allah melihat
anda.
Dia bertanya lagi, “Beritahu aku tentang Assa’ah (azab kiamat).”
Rasulullah menjawab, “Yang ditanya tidak lebih tahu dari yang bertanya.”
Kemudian dia bertanya lagi, “Beritahu aku tentang tanda-tandanya.”
Rasulullah menjawab, “Seorang budak wanita melahirkan nyonya besarnya.
Orang-orang tanpa sandal, setengah telanjang, melarat dan penggembala
unta masing-masing berlomba membangun gedung-gedung bertingkat.”
Kemudian orang itu pergi menghilang dari pandangan mata.
Lalu Rasulullah Saw bertanya kepada Umar, “Hai Umar, tahukah kamu
siapa orang yang bertanya tadi?” Lalu aku (Umar) menjawab, “Allah dan
rasul-Nya lebih mengetahui.” Rasulullah Saw lantas berkata, “
Itulah Jibril datang untuk mengajarkan agama kepada kalian.” (HR. Muslim)
Tentang Islam kita dapat temukan dalam ilmu fiqih, sasarannya
syari’at lahir, umpanya, sholat, puasa, zakat, naik haji, perdagangan,
perkawinan, peradilan, peperangan, perdamaian dll.
Tentang Iman kita dapat temukan dalam ilmu tauhid (usuluddin),
sasarannya i’tiqad (akidah / kepercayaan), umpamanya bagaimana kita
(keyakinan dalam hati) terhadap Tuhan, Malaikat-Malaikat, Rasul-Rasul,
Kitab-kitab suci, kampung akhirat, hari bangkit, surga, neraka, qada dan
qadar (takdir).
Tentang Ihsan kita dapat temukan dalam ilmu tasauf, sasarannya
akhlak, budi pekerti, bathin yang bersih, bagaimana menghadapi Tuhan,
bagaimana muraqabah dengan Tuhan, bagaimana membuang kotoran yang
melengket dalam hati yang mendinding (hijab) kita dengan Tuhan,
bagaimana Takhalli, Tahalli dan Tajalli. Inilah yang dinamakan sekarang
dengan Tasawuf.
Setiap Muslim harus mengetahui 3 (tiga) unsur ini sedalam-dalamnya
dan seluas-luasnya dan memegang serta mengamalkannya sehari-hari.
Pelajarilah ketiga ilmu itu dengan guru-guru, dari buku-buku, tulisan atau dalam jama’ah / manhaj / metode / jalan.
Waspadalah jika jama’ah / manhaj / metode / jalan yang “menolak”
salah satu dari ketiga ilmu itu karena itu memungkinkan ketidak
sempurnaan hasil yang akan dicapai.
Ilmu Tasawuf itu tidak bertentangan dengan Al-Qur’an dan Sunnah Nabi
dan bahkan Qur’an dan Sunnah Nabi itulah yang menjadi sumbernya.
Andaikata ada kelihatan orang-orang Tasawuf yang menyalahi syari’at,
umpamanya ia tidak sholat, tidak sholat jum’at ke mesjid atau sholat
tidak berpakaian, makan siang hari pada bulan puasa, maka itu bukanlah
orang Tasawuf dan jangan kita dengarkan ocehannya.
Berkata Imam Abu Yazid al Busthami yang artinya, “
Kalau kamu
melihat seseorang yang diberi keramat sampai ia terbang di udara, jangan
kamu tertarik kepadanya, kecuali kalau ia melaksanakan suruhan agama
dan menghentikan larangan agama dan membayarkan sekalian kewajiban
syari’at”
Pendapat syaikh Abu Al Hasan Asy-Syadzili, ”
Jika pendapat atau
temuanmu bertentangan dengan Al-Qur’an dan Hadits, maka tetaplah
berpegang dengan hal-hal yang ada pada Al-Qur’an dan Hadits. Dengan
demikian engkau tidak akan menerima resiko dalam penemuanmu, sebab dalam
masalah seperti itu tidak ada ilham atau musyahadah, kecuali setelah
bersesuaian dengan Al-Qur’an dan Hadits“.
Jadi syarat untuk mendalami ilmu Tasawuf (tentang Ihsan) terlebih
dahulu harus mengetahui ilmu fiqih (tentang Islam) dan ilmu tauhid /
usuluddin (tentang Iman).
Dengan ketiga ilmu itu kita mengharapkan meningkat derajat/kualitas ketaqwaan kita.
Mulai sebagai muslim menjadi mukmin dan kemudian muhsin atau yang kita ketahui sebagai implementasi Islam, Iman dan Ihsan.
Orang-orang yang paham dan mengamalkan ilmu Tasawuf dikenal dengan nama orang sufi.
Syekh Abu al-Abbas r.a mengatakan bahwa orang-orang berbeda pendapat
tentang asal kata sufi. Ada yang berpendapat bahwa kata itu berkaitan
dengan kata shuf (bulu domba atau kain wol) karena pakaian orang-orang
shaleh terbuat dari wol. Ada pula yang berpendapat bahwa kata sufi
berasal dari shuffah, yaitu teras masjid Rasulullah saw. yang didiami
para ahli shuffah.
Menurutnya kedua definisi ini tidak tepat.
Syekh mengatakan bahwa
kata sufi dinisbatkan kepada perbuatan
Allah pada manusia. Maksudnya, shafahu Allah, yakni Allah menyucikannya
sehingga ia menjadi seorang sufi. Dari situlah kata sufi berasal.
Lebih lanjut Syekh Abu al Abbas r.a. mengatakan bahwa kata sufi (al-shufi)
terbentuk dari empat huruf: shad, waw, fa, dan ya.
Huruf shad berarti shabruhu (kebesarannya), shidquhu (kejujuran), dan shafa’uhu(kesuciannya)
Huruf waw berarti wajduhu (kerinduannya), wudduhu (cintanya), dan wafa’uhu(kesetiaannya)
Huruf fa’ berarti fadquhu (kehilangannya), faqruhu (kepapaannya), dan fana’uhu(kefanaannya).
Huruf ya’ adalah huruf nisbat.
Apabila semua sifat itu telah sempurna pada diri seseorang, ia layak untuk menghadap ke hadirat Tuhannya.
Kaum sufi telah menyerahkan kendali mereka pada Allah. Mereka
mempersembahkan diri mereka di hadapanNya. Mereka tidak mau membela diri
karena malu terhadap rububiyah-Nya dan merasa cukup dengan sifat
qayyum-Nya. Karenanya, Allah memberi mereka sesuatu yang lebih daripada
apa yang mereka berikan untuk diri mereka sendiri.
Firman Allah ta’ala yang artinya: ”.
..Sekiranya kalau bukan
karena karunia Allah dan rahmat-Nya, niscaya tidak ada seorangpun dari
kamu yang bersih (dari perbuatan keji dan mungkar) selama-lamanya,
tetapi Allah membersihkan siapa saja yang dikehendaki…” (QS An-Nuur:21)
Firman Allah yang artinya,
[38:46]
Sesungguhnya Kami telah mensucikan mereka dengan
(menganugerahkan kepada mereka) akhlak yang tinggi yaitu selalu
mengingatkan (manusia) kepada negeri akhirat.
[38:47]
Dan sesungguhnya mereka pada sisi Kami benar-benar termasuk orang-orang pilihan yang paling baik.
(QS Shaad [38]:46-47)
********
Catatan tentang tasawuf dari link lain.
Sumber:
http://ummatiummati.wordpress.com/2010/03/08/kisah-taubatnya-salafy-tobat/
Dalam Thareqat bukan hanya diajarkan wirid saja. Tapi diajar banyak sekali ilmu-ilmu utk mendekatkan diri kepada Allah.
Karena ilmu dan dzikir adalah dua perkara yang tak boleh dipisahkan, keduanya sama2 untuk mendekatkan diri kpd Allah.
Tharekat adalah untuk mengangkat ilmu2 islam (aqidah, fiqh, muamalat,
mu’asyarat, ahlaq) dari teori kedalam amal perbuatan yang dilakukan
secara istiqamah, ikhlas dan ikut sunnah nabi sehingga menjadi sifat
hakikat dalam dirinya….
Harus pake ijazah/izin dari guru dalam thareqat ini…..untuk membimbing kita dan agar tidak tersesat…
Ini juga disebut bai’ah sufiyah (kita berbaiat kepad mursyid untuk memegang teguh ajaran islam yg diajarkan kepadanya).
ini sangat penting dlm belajar thareqat, selain utk menjaga sanad
thareqat (jika sanad ilmu terputus berarti ia tidak sambung lagi)…..juga
sunnah.
ingat Nabi memberikan macam2 ba’iah. dalam kitab asyari’ah wa
thareqah syaikul hadits maulana zakariya alkhandahlawi rah berkata :
Bai’ah thareqat bukanlah bai’ah untuk jihad tapi bai’ah untuk
mengamalkan ajaran islam dengan sempurna.
Dengan ikut thareqat bukan berarti kita berhenti menuntut ilmu,
justru dgn ikut thareqat kita tingkatkan belajar kita. Karena klo kita
ikut thareqat hati akan menjadi bersih shg ilmu akan begitu mudah masuk
kedalam hati.
ingat nasihat imam maliki dan imam syafei :
1. Nasihat imam syafei :
فقيها و صوفيا فكن ليس واحدا * فإني و حـــق الله إيـــاك أنــــصح
فذالك قاس لم يـــذق قـلــبه تقى * وهذا جهول كيف ذوالجهل يصلح
Berusahalah engkau menjadi seorang yang mempelajari ilmu fiqih dan juga
menjalani tasawuf, dan janganlah kau hanya mengambil salah satunya.
Sesungguhnya demi Allah saya benar-benar ingin memberikan nasehat
padamu. Orang yang hanya mempelajari ilmu fiqih tapi tidak mahu
menjalani tasawuf, maka hatinya tidak dapat merasakan kelazatan takwa.
Sedangkan orang yang hanya menjalani tasawuf tapi tidak mahu mempelajari
ilmu fiqih, maka bagaimana bisa dia menjadi baik?
[Diwan Al-Imam Asy-Syafi'i, hal. 47]
sayang bait dari diwan ini telah dihilangkan oleh wahabi dalam kitab diwan safei yg dicetak oleh percetakan wahabi…..
2. . Nashihat IMAM MALIK RA:
و من تصوف و لم يتفقه فقد تزندق
من تفقه و لم يتصوف فقد تفسق
و من جمع بينهما فقد تخقق
“ dia yang sedang Tasawuf tanpa mempelajari fikih rusak keimanannya ,
sementara dia yang belajar fikih tanpa mengamalkan Tasawuf rusaklah dia .
hanya dia siapa memadukan keduannya terjamin benar .
***********************************
Definisi Tasawuf
by : Ust Wahfiudin
Pandangan paling monumental tentang Tasawuf muncul dari
Abul Qasim Al-Qusyairy an-Naisabury,
seorang ulama sufi abad ke-4 hijriyah. Al-Qusyairy sebenarnya lebih
menyimpulkan dari seluruh pandangan Ulama Sufi sebelumnya, sekaligus
menepis bahwa Tasawuf atau Sufi muncul dari akar-akar historis, bahasa,
intelektual dan filsafat di luar Islam.
Dalam buku
Ar-Risalatul Qusyairiyah ia menegaskan bahwa
kesalahpahaman banyak orang terhadap tasawuf semata-mata karena
ketidaktahuan mereka terhadap hakikat Tasawuf itu sendiri. Menurutnya
Tasawuf merupakan bentuk amaliyah, ruh, rasa dan pekerti dalam Islam
itu sendiri. Ruhnya adalah firman Allah swt:
- “Dan jiwa serta penyempurnaannya, maka Allah mengilhamkan
kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya, sesungguhnya
beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu dan sesungguhnya merugilah
orang-orang yang mengotorinya.” (QS. Asy-Syams: 7-8)
- ”Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang membersihkan diri dan dia mendzikirkan nama Tuhannya lalu dia shalat.” (QS. Al-A’laa: 14-15)
- “Dan ingatlah Tuhanmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan
rasa takut, dan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan
janganlah kamu termasuk orang-orang yang alpa” (QS. Al-A’raf: 205)
- “Dan bertqawalah kepada Allah; dan Allah mengajarimu (memberi ilmu); dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu” (QS. Al-Baqarah: 282)
Sabda Nabi saw:
- “Ihsan adalah hendaknya engkau menyembah Allah seakan-akan
engkau melihat-Nya, maka apabila engkau tidak melihat-Nya, sesungguhnya
Dia melihatmu”. (HR. Muslim, Tirmidzi, Abu Dawud dan Nasa’i)
- Tasawuf pada prinsipnya bukanlah tambahan terhadap Al-Qur’an dan
hadits, justru Tasawuf adalah implementasi dari sebuah kerangka agung
Islam. Secara lebih rinci, Al-Qusyairy meyebutkan beberapa definisi
dari para Sufi besar:
- Muhammad al-Jurairy:
“Tasawuf berarti memasuki setiap akhlak yang mulia dan keluar dari setiap akhlak yang tercela.”
- Al-Junaid al-Baghdady:
“Tasawuf artinya Allah mematikan dirimu dari dirimu dan menghidupkan dirimu bersama dengan-Nya.”
“Tasawuf adalah engkau berada semata-mata bersama Allah swt. Tanpa keterikatan dengan apa pun.”
“Tasawuf adalah perang tanpa kompromi.”
“Tasawuf adalah anggota dari satu keluarga yang tidak bisa dimasuki oleh orang-orang selain mereka.”
“Tasawuf adalah dzikir bersama, ekstase yang diserta sama’ dan tindakan yang didasari Sunnah Nabi.”
“Kaum Sufi seperti bumi, yang diinjak oleh orang saleh maupun pendosa;
juga seperti mendung, yang memayungi segala yang ada; seperti air
hujan, mengairi segala sesuatu.”
“ Jika engkau meliuhat Sufi menaruh kepedulian kepada penampilan lahiriyahnya, maka ketahuilah bahwa wujud batinnya rusak.”
- Al-Husain bin Manshur al-Hallaj:
“Sufi adalah kesendirianku dengan Dzat, tak seorang pun menerimanya dan juga tidak menerima siapa pun.”
- Abu Hamzah Al-Baghdady:
“Tanda Sufi yang benar adalah dia menjadi miskin setelah kaya, hina
setelah mulia, bersembunyi setelah terkenal. Sedang tanda Sufi yang
palsu adalah dia menjadi kaya setelah miskin, menjadi obyek
penghormatan tertinggi setelah mengalami kehinaan, menjadi masyhur
setelah tersem, bunyi.”
- Amr bin Utsman Al-Makky:
“Tasawuf adalah si hamba berbuat sesuai dengan apa yang paling baik saat itu.”
- Mohammad bin Ali al-Qashshab:
“Tasawuf adalah akhlak mulia, dari orang yang mulia di tengah-tengah kaum yang mulia.”
- Samnun:
“Tasawuf berarti engkau tidak memiliki apa pun, tidak pula dimiliki apapun.”
- Ruwaim bin Ahmad:
“Tasawuf artinya menyerahkan diri kepada Allah dalam setiap keadaan apa pun yang dikehendaki-Nya.”
“Tasawuf didasarkan pada tiga sifat: memeluk kemiskinan dan
kefakiran, mencapai sifat hakikat dengan memberi, dengan mendahulukan
kepentingan orang lain atas kepentingan diri sendiri dan meninggalkan
sikap kontra dan memilih.”
- Ma’ruf Al-Karkhy:
“Tasawuf artinya, memihak pada hakikat-hakikat dan memutuskan harapan dari semua yang ada pada makhluk”.
- Hamdun al-Qashshsar:
“Bersahabatlah dengan para Sufi, karena mereka melihat dengan
alasan-alasan untuk mermaafkan perbuatan-perbuatan yang tak baik dan
bagi mereka perbuatan-perbuatan baik pun bukan suatu yang besar,
bahklan mereka bukan menganggapmu besar karena mengerjakan kebaikan
itu.”
- Al-Kharraz:
“Mereka adalah kelompok manusia yang mengalami kelapangan jiwa yang
mencampakkan segala milik mereka sampai mereka kehilangan
segala-galanya. Mereka diseru oleh rahasia-rahasia yang lebih dekat di
hatinya, ingatlah, menangislah kalian karena kami.”
- Sahl bin Abdullah:
“Sufi adalah orang yang memandang darah dan hartanya tumpah secara gratis.”
- Ahmad an-Nuury:
“Tanda orang Sufi adalah ia rela manakala tidak punya dan peduli orang lain ketika ada.”
- Muhammad bin Ali Kattany:
“Tasawuf adalah akhlak yang baik, barangsiapa yang melebihimu dalam akhlak yang baik, berarti ia melebihimu dalam Tasawuf.”
- Ahmad bin Muhammad ar-Rudzbary:
“Tasawuf adalah tinggal di pintu Sang Kekasih, sekali pun engklau diusir.”
“Tasawuf adalah Sucinya Taqarrub, setelah kotornya berjauhan denganya.”
- Abu Bakr asy-Syibly:
“Tasawuf adalah duduk bersama Allah swt tanpa hasrat.”
“Sufi terpisah dari manusia dan bersambung dengan Allah swt sebagaimana
difirmankan Allah swt, kepada Musa, ‘Dan Aku telah memilihmu untuk
Diri-Ku’ (Thoha: 41) dan memisahkanmu dari yang lain. Kemudian Allah
swt berfirman kepadanya, ‘Engkau tak akan bisa melihat-Ku’.”
“Para Sufi adalah anak-anak di pangkuan Tuhan Yang Haq.”
“Tasawuf adalah kilat yang menyala dan Tasawuf terlindung dari memandang makhluk.”
“Sufi disebut Sufi karena adanya sesuatu yang membekas pada jiwa
mereka. Jika bukan demikian halnya, niscaya tidak akan ada nama yang
dilekatkan pada mereka.”
- Al-Jurairy:
“Tasawuf berarti kesadaran atas keadaaan diri sendiri dan berpegang pada adab.”
- Al-Muzayyin:
“Tasawuf adalah kepasrahan kepada Al-Haq.”
- Askar an-Nakhsyaby:
“Orang Sufi tidaklah dikotori suatu apa pun, tetapi menyucikan segalanya.”
- Dzun Nuun Al-Mishry:
“Kaum Sufi adalah mereka yang mengutamakan Allah swt. diatas
segala-galanya dan yang diutamakan oleh Allah di atas segala makhluk
yang ada.”
- Muhammad al-Wasithy:
“Mula-mula para Sufi diberi isyarat, kemudian menjadi
gerakan-gerakan dan sekarang tak ada sesuatu pun yang tinggal selain
kesedihan.”
- Abu Nashr as-Sarraj ath-Thusy:
“Aku bertanya kepada Ali al-Hushry, ‘siapakah, yang menurutmu Sufi
itu?’ Lalu ia menjawab, ‘Yang tidak di bawa bumi dan tidak dinaungi
langit’. Dengan ucapannya menurut saya, ia merujuk kepada keleburan.”
- Ahmad ibnul Jalla’:
“Kita tidak mengenal mereka melalui prasyarat ilmiyah, namun kita
tahu bahwa mereka adalah orang-orang yang miskin, sama sekali tidak
memiliki sarana-sarana duniawi. Mereka bersama Allah swt tanpa terikat
pada suatu tempat tetapi Allah swt, tidak menghalanginya dari mengenal
semua tempat. Karenanya disebut Sufi.”
- Abu Ya’qub al-Madzabily:
“Tasawuf adalah keadaan dimana semua atribut kemanusiaan terhapus.”
- Abul Hasan as-Sirwany:
“Sufi yang bersama ilham, bukan dengan wirid yang mehyertainya.”
- Abu Ali Ad-Daqqaq:
“Yang terbaik untuk diucapkan tentang masalah ini adalah, ‘Inilah
jalan yang tidak cocok kecuali bagi kaum yang jiwanya telah digunakan
Allah swt, untuk menyapu kotoran binatang’.”
“Seandainya sang fakir tak punya apa-apa lagi kecuali hanya ruhnya dan
ruhnya ditawarkannya pada anjing-anjing di pintu ini, niscaya tak
seekor pun yang menaruh perhatian padanya.”
- Abu Sahl ash-Sha’luki:
“Tasawuf adalah berpaling dari sikap menentang ketetapan Allah.”
Dari seluruh pandangan para Sufi itulah akhirnya Al-Qusayiry
menyimpulkan bahwa Sufi dan Tasawuf memiliki terminologi tersendiri,
sama sekali tidak berawal dari etimologi, karena standar gramatika Arab
untuk akar kata tersebut gagal membuktikannya.
Alhasil, dari seluruh definisi itu, semuanya membuktikan adanya adab
hubungan antara hamba dengan Allah swt dan hubungan antara hamba
dengan sesamanya. Dengan kata lain, Tasawuf merupakan wujud cinta
seorang hamba kepada Allah dan Rasul-Nya, pengakuan diri akan haknya
sebagai hama dan haknya terhadap sesama di dalam amal kehidupan.