Friday 17 October 2014

ATUR SABDO PAMBAGYO 1

SULITNYA MENILAI KESUKSESAN DOA Banyak orang merasa doanya tidak/belum terkabulkan. Tetapi banyak pula yang merasa bahwa Tuhan telah mengabulkan doa-doa tetapi dalam kadar yang masih minim, masih jauh dari target yang diharapkan. Itu hanya kata perasaan, belum tentu akurat melihat kenyataan sesunggunya. Memang sulit sekali mengukur prosentase antara doa yang dikabulkan dengan yang tidak dikabulkan. Hal itu disebabkan oleh beberapa faktor berikut ; Kita sering tidak mencermati, bahkan lupa, bahwa anugrah yang kita rasakan hari ini, minggu ini, bulan ini, adalah merupakan “jawaban” Tuhan atas doa yang kita panjatkan sepuluh atau dua puluh Tahun yang lalu. Apabila sempat terlintas fikiran atau kesadaran seperti itu, pun kita masih meragukan kebenarannya. Karena keragu-raguan yang ada di hati kita, akan memunculah asumsi bahwa hanya sedikit doa ku yang dikabulkan Tuhan. Doa yang kita pinta pada Tuhan Yang Mahatunggal tentu menurut ukuran kita adalah baik dan ideal, akan tetapi apa yang baik dan ideal menurut kita, belum tentu baik dalam perspektif Tuhan. Tanpa kita sadari bisa saja Tuhan mengganti permohonan dan harapan kita dalam bentuk yang lainnya, tentu saja yang paling baik untuk kita. Tuhan Sang Pengelola Waktu, mungkin akan mengabulkan doa kita pada waktu yang tepat pula. Ketidaktahuan dan ketidaksadaran kita akan bahasa dan kehendak Tuhan (rumus/kodrat alam), membuat kita menyimpulkan bahwa doa ku tidak dikabulkan Tuhan. Prinsip kebaikan meliputi dua sifat atau dimensi, universal dan spesifik. Kebaikan universal, akan berlaku untuk semua orang atau makhluk. Kebaikan misalnya keselamatan, kesehatan, kebahagiaan, dan ketentraman hidup. Sebaliknya, kebaikan yang bersifat spesifik artinya, baik bagi orang lain, belum tentu baik untuk diri kita sendiri. Atau, baik untuk diri kita belum tentu baik untuk orang lain. Kebaikan spesifik meliputi pula dimensi waktu, misalnya tidak baik untuk saat ini, tetapi baik untuk masa yang akan datang. Memang sulit sekali untuk memastikan semua itu. Tetapi paling tidak dalam berdoa, kemungkinan-kemungkinan yang bersifat positif tersebut perlu kita sadari dan terapkan dalam benak. Kita butuh kearifan sikap, kecermatan batin, kesabaran, dan ketabahan dalam berdoa. Jika tidak kita sadari kemungkinan-kemungkinan itu, pada gilirannya akan memunculkan karakter buruk dalam berdoa, yakni; sok tahu. Misalnya berdoa mohon berjodoh dengan si A, mohon diberi rejeki banyak, berdoa supaya rumah yang ditaksirnya dapat jatuh ke tangannya. Jujur saja, kita belum tentu benar dalam memilih doa dan berharap-harap akan sesuatu. Kebaikan spesifik yang kita harapkan belum tentu menjadi berkah buat kita. Maka kehendak Tuhan untuk melindungi dan menyelamatkan kita, justru dengan cara tidak mengabulkan doa kita. Akan tetapi, kita sering tidak mengerti bahasa Tuhan, lantas berburuk sangka, dan tergesa menyimpulkan bahwa doaku tidak dikabulkan Tuhan. Tidak gampang memahami apa “kehendak” Tuhan. Diperlukan kearifan sikap dan ketajaman batin untuk memahaminya. Jangan pesimis dulu, sebab siapapun yang mau mengasah ketajaman batin, ia akan memahami apa dan bagaimana “bahasa” Tuhan. Dalam khasanah spiritual Jawa disebut “bisa nggayuh kawicaksanane Gusti”. HAKEKAT DIBALIK KEKUATAN DOA Agar doa menjadi mustajab (tijab/makbul/kuat) dapat kita lakukan suatu kiat tertentu. Penting untuk memahami bahwa doa sesungguhnya bukan saja sekedar permohonan (verbal). Lebih dari itu, doa adalah usaha yang nyata netepi rumus/kodrat/hukum Tuhan sebagaimana tanda-tandanya tampak pula pada gejala kosmos. Permohonan kepada Tuhan dapat ditempuh dengan lisan. Tetapi PALING PENTING adalah doa butuh penggabungan antara dimensi batiniah dan lahiriah (laten dan manifesto) metafisik dan fisik. Doa akan menjadi mustajab dan kuat bilamana doa kita berada pada aras hukum atau kodrat Tuhan; Dalam berdoa seyogyanya menggabungkan 4 unsur dalam diri kita; meliputi; hati, pikiran, ucapan, tindakan. Dikatakan bahwa Tuhan berjanji akan mengabulkan setiap doa makhlukNya? tetapi mengapa orang sering merasa ada saja doa yang tidak terkabul ? Kita tidak perlu berprasangka buruk kepada Tuhan. Bila terjadi kegagalan dalam mewujudkan harapan, berarti ada yang salah dengan diri kita sendiri. Misalnya kita berdoa mohon kesehatan. Hati kita berniat agar jasmani-rohani selalu sehat. Doa juga diikrarkan terucap melalui lisan kita. Pikiran kita juga sudah memikirkan bagaimana caranya hidup yang sehat. Tetapi tindakan kita tidak sinkron, justru makan jerohan, makanan berkolesterol, dan makan secara berlebihan. Hal ini merupakan contoh doa yang tidak kompak dan tidak konsisten. Doa yang kuat dan mustajab harus konsisten dan kompak melibatkan empat unsur di atas. Yakni antara hati (niat), ucapan (statment), pikiran (planning), dan tindakan (action) jangan sampai terjadi kontradiktori. Sebab kekuatan doa yang paling ideal adalah doa yang diikuti dengan PERBUATAN (usaha) secara konkrit. Untuk hasil akhir, pasrahkan semuanya kepada “kehendak” Tuhan, tetapi ingat usaha mewujudkan doa merupakan tugas manusia. Berdoa harus dilakukan dengan kesadaran yang penuh, bahwa manusia bertugas mengoptimalkan prosedur dan usaha, soal hasil atau targetnya sesuai harapan atau tidak, biarkan itu menjadi kebijaksanaan dan kewenangan Tuhan. Dengan kata lain, tugas kita adalah berusaha maksimal, keputusan terakhir tetap ada di tangan Tuhan. Saat ini orang sering keliru mengkonsep doa. Asal sudah berdoa, lalu semuanya dipasrahkan kepada Tuhan. Bahkan cenderung berdoa hanya sebatas lisan saja. Selanjutnya doa dan harapan secara mutlak dipasrahkan pada Tuhan. Hal ini merupakan kesalahan besar dalam memahami doa karena terjebak oleh sikap fatalistis. Sikap fatalis menyebabkan kemalasan, perilaku tidak masuk akal dan mudah putus asa. Ujung-ujungnya Tuhan akan dikambinghitamkan, dengan menganggap bahwa kegagalan doanya memang sudah menjadi NASIB yang digariskan Tuhan. Lebih salah kaprah, bilamana dengan gegabah menganggap kegagalannya sebagai bentuk cobaan dari Tuhan (bagi orang yang beriman). Sebab kepasrahan itu artinya pasrah akan penentuan kualitas dan kuantitas hasil akhir. Yang namanya ikhtiar atau usaha tetap menjadi tugas dan tanggungjawab manusia. Berdoa jangan menuruti harapan dan keinginan diri sendiri, sebaliknya berdoa itu pada dasarnya menetapkan perilaku dan perbuatan kita ke dalam rumus (kodrat) Tuhan. Kesulitannya adalah mengetahui apakah doa atau harapan kita itu baik atau tidak untuk kita. Misalnya walaupun kita menganggap doa yang kita pintakan adalah baik. Namun kenyataannya kita juga tidak tahu persis, apakah kelak permintaan kita jika terlaksana akan membawa kebaikan atau sebaliknya membuat kita celaka. Berdoa secara spesifik dan detil dapat mengandung resiko. Misalnya doa agar supaya tender proyek jatuh ke tangan kita, atau berdoa agar kita terpilih menjadi Bupati. Padahal jika kita bener-bener menjadi Bupati tahun ini, di dalam struktur pemerintahan terdapat orang-orang berbahaya yang akan “menjebak” kita melakukan korupsi. Apa jadinya jika permohonan kita terwujud. Maka dalam berdoa sebaiknya menurut kehendak Tuhan, atau dalam terminologi Jawa “berdoa sesuai kodrat alam” atau hukum alamiah. Caranya, di dalam doa hanya memohon yang terbaik untuk diri kita. Sebagai contoh; ya Tuhan, andai saja proyek itu memberi kebaikan kepada diriku, keluargaku, dan orang-orang disekitarku, maka perkenankan proyek itu kepadaku, namun apabila tidak membawa berkah untuk ku, jauhkanlah. Dengan berdoa seperti itu, kita serahkan jalan cerita kehidupan ini kepada Gusti Allah, Tuhan Yang Maha Bijaksana. Doa yang ideal dan etis adalah doa yang tidak menyetir/mendikte Tuhan, doa yang tidak menuruti kemauan diri sendiri, doa yang pasrah kepada Sang Maha Pengatur. Niscaya Tuhan akan meletakkan diri kita pada rumus dan kodrat yang terbaik…untuk masing-masing orang ! Sayangnya, kita sering lupa bahwa doa kita adalah doa sok tahu, pasti baik buat kita, dan doa yang telah menyetir atau mendikte kehendak Tuhan. Dengan pola berdoa seperti ini, doa hanya akan menjadi nafsu belaka, yakni nuruti rahsaning karep. DOA MERUPAKAN PROYEKSI PERBUATAN KITA, AMAL KEBAIKAN KITA PADA SESAMA MENJADI DOA TAK TERUCAP YANG MUSTAJAB. Kalimat sederhana ini merupakan kata kunci memahami misteri kekuatan doa; doa adalah seumpama cermin !! Doa kita akan terkabul atau tidak tergantung dari amal kebaikan yang pernah kita lakukan terhadap sesama. Dengan kata lain terkabul atau gagalnya doa-doa kita merupakan cerminan akan amal kebaikan yang pernah kita lakukan pada orang lain. Jika kita secara sadar atau tidak sering mencelakai orang lain maka doa mohon keselamatan akan sia-sia. Sebaliknya, orang yang selalu menolong dan membantu sesama, kebaikannya sudah menjadi “doa” sepanjang waktu, hidupnya selalu mendapat kemudahan dan mendapat keselamatan. Kita gemar dan ikhlas mendermakan harta kita untuk membantu orang-orang yang memang tepat untuk dibantu. Selanjutnya cermati apa yang akan terjadi pada diri kita, rejeki seperti tidak ada habisnya! Semakin banyak beramal, akan semakin banyak pula rejeki kita. Bahkan sebelum kita mengucap doa, Tuhan sudah memenuhi apa-apa yang kita harapkan. Itulah pertanda, bahwa perbuatan dan amal kebaikan kita pada sesama, akan menjadi doa yang tak terucap, tetapi sungguh yang mustajab. Ibarat sakti tanpa kesaktian. Kita berbuat baik pada orang lain, sesungguhnya perbuatan itu seperti doa untuk kita sendiri. Dalam tradisi spiritual Jawa terdapat suatu rumus misalnya : 1. Siapa gemar membantu dan menolong orang lain, maka ia akan selalu mendapatkan kemudahan. 2. Siapa yang memiliki sikap welas asih pada sesama, maka ia akan disayang sesama pula. 3. Siapa suka mencelakai sesama, maka hidupnya akan celaka. 4. Siapa suka meremehkan sesama maka ia akan diremehkan banyak orang. 5. Siapa gemar mencaci dan mengolok orang lain, maka ia akan menjadi orang hina. 6. Siapa yang gemar menyalahkan orang lain, sesungguhnya ialah orang lemah. 7. Siapa menanam “pohon” kebaikan maka ia akan menuai buah kebaikan itu. Semua itu merupakan contoh kecil, bahwa perbuatan yang kita lakukan merupakan doa untuk kita sendiri. Doa ibarat cermin, yang akan menampakkan gambaran asli atas apa yang kita lakukan. Sering kita saksikan orang-orang yang memiliki kekuatan dalam berdoa, dan kekuatan itu terletak pada konsistensi dalam perbuatannya. Selain itu, kekuatan doa ada pada ketulusan kita sendiri. Sekali lagi ketulusan ini berkaitan erat dengan sikap netral dalam doa, artinya kita tidak menyetir atau mendikte Tuhan. Berikut ini merupakan “rumus” agar supaya kita lebih cermat dalam mengevaluasi diri kita sendiri; Jangan pernah berharap-harap kita menerima (anugrah), apabila kita enggan dalam memberi. Jangan pernah berharap-harap akan selamat, apabila kita sering membuat orang lain celaka. Jangan pernah berharap-harap mendapat limpahan harta, apabila kita kurang peduli terhadap sesama. Jangan pernah berharap-harap mendapat keuntungan besar, apabila kita selalu menghitung untung rugi dalam bersedekah. Jangan pernah berharap-harap meraih hidup mulia, apabila kita gemar menghina sesama. Lima “rumus” di atas hanya sebagian contoh. Silahkan para pembaca yang budiman mengidentifikasi sendiri rumus-rumus selanjutnya, yang tentunya tiada terbatas jumlahnya. Resume Doa akan memiliki kekuatan (mustajab), asalkan kita mampu memadukan empat unsur di atas yakni : hati, ucapan, pikiran, dan perbuatan nyata. Dengan syarat perbuatan kita tidak bertentangan dengan isi doa. Di lain sisi amal kebaikan yang kita lakukan pada sesama akan menjadi doa mustajab sepanjang waktu, hanya jika, kita melakukannya dengan ketulusan. Setingkat dengan ketulusan kita di pagi hari saat “membuang ampas makanan” tak berarti. JIKA INGIN DIBERI, MEMBERILAH TERLEBIH DAHULU !

ATUR SABDO PAMBAGYO

Klenik : merupakan pemahaman terhadap suatu kejadian yang dihubungkan dengan hukum sebab akibat yang berkaitan dengan kekuatan gaib (metafisik) yang tidak lain bersumber dari Dzat tertinggi yakni Tuhan Yang Maha Suci. Di dalam agama manapun unsur “klenik” ini selalu ada. Mistis : adalah ruang atau wilayah gaib yang dapat dirambah dan dipahami manusia, sebagai upayanya untuk memahami Tuhan Yang Maha Kuasa. Dalam agama Islam ruang mistik untuk memahami sejatinya Tuhan dikenal dengan istilah tasawuf. Tahyul : adalah kepercayaan akan hal-hal yang gaib yang berhubungan dengan makhluk gaib ciptan Tuhan. Manusia Jawa sangat mempercayai adanya kekuatan gaib yang dipahaminya sebagai wujud dari kebesaran Tuhan Sang Maha Pencipta. Kepercayaan kepada yang gaib ini juga terdapat di dalam rukun Islam. Tradisi : dalam tradisi Jawa, seseorang dapat mewujudkan doa dalam bentuk lambang atau simbol. Lambang dan simbol dilengkapi dengan sarana ubo rampe sebagai pelengkap kesempurnaan dalam berdoa. Lambang dan simbol juga mengartikan secara kias bahasa alam yang dipercaya manusia Jawa sebagai bentuk isyarat akan kehendak Tuhan. Manusia Jawa akan merasa lebih dekat dengan Tuhan jika doanya tidak sekedar diucapkan di mulut saja (NATO: not action talk only), melainkan dengan diwujudkan dalam bentuk tumpeng, sesaji dsb sebagi simbol kemanunggalan tekad bulat. Maka manusia Jawa dalam berdoa melibatkan empat unsur tekad bulat yakni hati, fikiran, ucapan, dan tindakan. Upacara-upacara tradisional sebagai bentuk kepedulian pada lingkungannya, baik kepada lingkungan masyarakat manusia maupun masyarakat gaib yang hidup berdampingan, agar selaras dan harmonis dalam manembah kapada Tuhan. Bagi manusia Jawa, setiap rasa syukur dan doa harus diwujudkan dalam bentuk tindakan riil (ihtiyar) sebagai bentuk ketabahan dan kebulatan tekad yang diyakini dapat membuat doa terkabul. Akan tetapi niat dan makna dibalik tradisi ritual tersebut sering dianggap sebagai kegiatan gugon tuhon/ela-elu, asal ngikut saja, sikap menghamburkan, dan bentuk kemubadiran, dst. Kejawen : berisi kaidah moral dan budi pekerti luhur, serta memuat tata cara manusia dalam melakukan penyembahan tertinggi kepada Tuhan Yang Maha Tunggal. Akan tetapi, setelah abad 15 Majapahit runtuh oleh serbuan anaknya sendiri, dengan cara serampangan dan subyektif, jauh dari kearifan dan budi pekerti yg luhur, “pendatang baru” menganggap ajaran kejawen sebagai biangnya kemusyrikan, kesesatan, kebobrokan moral, dan kekafiran. Maka harus dimusnahkan. Ironisnya, manusia Jawa yang sudah “kejawan” ilang jawane, justru mempuyai andil besar dalam upaya cultural assasination ini. Mereka lupa bahwa nilai budaya asli nenek moyang mereka itulah yang pernah membawa bumi nusantara ini menggapai masa kejayaannya di era Majapahit hingga berlangsung selama lima generasi penerus tahta kerajaan. Dua Ancaman Besar dalam Ajaran Kejawen Dalam ajaran kejawen, terdapat dua bentuk ancaman besar yang mendasari sikap kewaspadaan (eling lan waspada), karena dapat menghancurkan kaidah-kaidah kemanusiaan, yakni; hawanepsu dan pamrih. Manusia harus mampu meredam hawa nafsu atau nutupi babahan hawa sanga. Yakni mengontrol nafsu-nafsunya yang muncul dari sembilan unsur yang terdapat dalam diri manusia, dan melepas pamrihnya. Dalam perspektif kaidah Jawa, nafsu-nafsu merupakan perasaan kasar karena menggagalkan kontrol diri manusia, membelenggu, serta buta pada dunia lahir maupun batin. Nafsu akan memperlemah manusia karena menjadi sumber yang memboroskan kekuatan-kekuatan batin tanpa ada gunanya. Lebih lanjut, menurut kaidah Jawa nafsu akan lebih berbahaya karena mampu menutup akal budi. Sehingga manusia yang menuruti hawa nafsu tidak lagi menuruti akal budinya (budi pekerti). Manusia demikian tidak dapat mengembangkan segi-segi halusnya, manusia semakin mengancam lingkungannya, menimbulkan konflik, ketegangan, dan merusak ketrentaman yang mengganggu stabilitas kebangsaan NAFSU Hawa nafsu (lauwamah, amarah, supiyah) secara kejawen diungkapkan dalam bentuk akronim, yakni apa yang disebut M5 atau malima; madat, madon, maling, mangan, main; mabuk-mabukan, main perempuan, mencuri, makan, berjudi. Untuk meredam nafsu malima, manusia Jawa melakukan laku tapa atau “puasa”. Misalnya; tapa brata, tapa ngrame, tapa mendhem, tapa ngeli. Tapa brata ; sikap perbuatan seseorang yang selalu menahan/puasa hawa nafsu yang berasal dari lima indra. Nafsu angkara yang buruk yakni lauwamah, amarah, supiyah. Tapa ngrame; adalah watak untuk giat membantu, menolong sesama tetapi “sepi” dalam nafsu pamrih yakni golek butuhe dewe. Tapa mendhem; adalah mengubur nafsu riak, takabur, sombong, suka pamer, pamrih. Semua sifat buruk dikubur dalam-dalam, termasuk “mengubur” amal kebaikan yang pernah kita lakukan kepada orang lain, dari benak ingatan kita sendiri. Manusia suci adalah mereka yang tidak ingat lagi apa saja amal kebaikan yang pernah dilakukan pada orang lain, sebaliknya selalu ingat semua kejahatan yg pernah dilakukannya. Tapa ngeli, yakni menghanyutkan diri ke dalam arus “aliran air sungai Dzat”, yakni mengikuti kehendak Gusti Maha Wisesa. “Aliran air” milik Tuhan, seumpama air sungai yang mengalir menyusuri sungai, mengikuti irama alam, lekuk dan kelok sungai, yang merupakan wujud bahasa “kebijaksanaan” alam. Maka manusia tersebut akan sampai pada muara samudra kabegjan atau keberuntungan. Berbeda dengan “aliran air” bah, yang menuruti kehendak nafsu akan berakhir celaka, karena air bah menerjang wewaler kaidah tata krama, menghempas “perahu nelayan”, menerjang “pepohonan”, dan menghancurkan “daratan”. PAMRIH Pamrih merupakan ancaman ke dua bagi manusia. Bertindak karena pamrih berarti hanya mengutamakan kepentingan diri pribadi secara egois. Pamrih, mengabaikan kepentingan orang lain dan masyarakat. Secara sosiologis, pamrih itu mengacaukan (chaos) karena tindakannya tidak menghiraukan keselarasan sosial lingkungannya. Pamrih juga akan menghancurkan diri pribadi dari dalam, kerana pamrih mengunggulkan secara mutlak keakuannya sendiri (istilahnya Freud; ego). Karena itu, pamrih akan membatasi diri atau mengisolasi diri dari sumber kekuatan batin. Dalam kaca mata Jawa, pamrih yang berasal dari nafsu ragawi akan mengalahkan nafsu sukmani (mutmainah) yang suci. Pamrih mengutamakan kepentingan-kepentingan duniawi, dengan demikian manusia mengikat dirinya sendiri dengan dunia luar sehingga manusia tidak sanggup lagi untuk memusatkan batin dalam dirinya sendiri. Oleh sebab itu pula, pamrih menjadi faktor penghalang bagi seseorang untuk mencapai “kemanunggalan” kawula gusti. Pamrih itu seperti apa, tidak setiap orang mampu mengindentifikasi. Kadang orang dengan mudah mengartikan pamrih itu, tetapi secara tidak sadar terjebak oleh perspektif subyektif yang berangkat dari kepentingan dirinya sendiri untuk melakukan pembenaran atas segala tindakannya. Untuk itu penting Sabdalangit kemukakan bentuk-bentuk pamrih yang dibagi dalam tiga bentuk nafsu dalam perspektif KEJAWEN : Nafsu selalu ingin menjadi orang pertama, yakni; nafsu golek menange dhewe; selalu ingin menangnya sendiri. Nafsu selalu menganggap dirinya selalu benar; nafsu golek benere dhewe. Nafsu selalu mementingkan kebutuhannya sendiri; nafsu golek butuhe dhewe. Kelakuan buruk seperti ini disebut juga sebagai aji mumpung. Misalnya mumpung berkuasa, lantas melakukan korupsi, tanpa peduli dengan nasib orang lain yang tertindas.

Jiwa kesatria Jawa

1. Sêwiji : menyatukan kebulatan tekad dan segenap potensi diri untuk satu tujuan. 2. Grêgêt : dinamika jiwa yg disalurkan dalam gerak, usaha, perjuangan meraih tujuan. 3. Sêngguh : percaya pada kekuatan diri sendiri, dilandasi jatidiri yang kokoh, mampu mengendalikan dan memenej kekuatan dan potensi diri dengan baik. 4. Ora mingkuh (mingkuh : tinggal glanggang glanggang colong playu). Artinya, tidak meninggalkan tanggungjawab dan tugas dalam meraih tujuan. Teguh hati dan kuat dalam menjaga prinsip. Sekalipun menghadapi tantangan berat.

Wednesday 11 September 2013

Mengenal Cakra

Cakra berarti perputaran energi atau pusat aliran energi dalam bentuk roda/cakram. Berputarnya roda energi menimbulkan pusaran energi, pusaran energi yang terbentuk akan di alirkan ke alat-alat organ dalam pada tubuh fisik kita melalui nadi yang sangat halus (meridian). Aliran energi ini bertanggung jawab atas kerja dan fungsi organ dalam di dalam tubuh fisik. Diamati secara kewaskitaan pada tubuh etheris kita, terdapat cekungan seperti sebuah terompet dimana didalam intinya terdapat bulatan sinar menyerupai matahari/bulan kecil yang memancarkan sinar dengan jumlah berkas sinar yang berbeda-beda. Bulatan sinar inilah yang dikenal dengan Cakra.
Dalam inti cakra terdapat jalinan simpul yang menyerupai anyaman. Anyaman/inti cakra ini berhubungan erat dengan cakra-cakra lainnya, melalui nadi-nadi atau jalur meridian (tempat mengalirnya prana). Dari beberapa cakra ada cakra-cakra yang akar simpulnya berhubungan langsung dengan nadi utama (Sushumna nadi) yang terletak di rongga tulang punggung tubuh fisik yang diapit oleh dua nadi lain yaitu Ida (terletak sebelah kiri, dingin, sifat chandra/bulan) dan Pinggala (terletak di sebelah kanan, panas, sifat surya/matahari). Ketiga pokok nadi ini adalah sangat berperan dalam olah spiritual. Pencapaian-pencapain kebangkitan spiritual adalah mengandalkan tiga nadi tersebut. Demikian pula kebangkitan Kundalini adalah memanfaatkan tiga nadi ini untuk mengolah prana dengan berbagai teknik meditasi.
Sebelum meningkatnya seseoarng dalam pencapaian tertentu dalam spiritualnya maka hendaklah paham cara-cara mengembangkan cakra-cakra terutama cakra inti dan cakra pendukung yang terhubung kepada setiap cakra inti. Di dalam lapisan tubuh terdapat 365 cakra yang terhubung ke cakra-cakra inti. Manusia mempunyai 7 cakra inti dan 7 cakra di luar tubuh.
Tujuh cakra inti tersebut adalah :
1. Cakra Muladhara (dasar)
2. Cakra Svadhistana (sex)
3. Cakra Manipura (pusar)
4. Cakra Anahata (jantung)
5. Cakra Wisudha (tenggorakan)
6. Cakra Ajna (mata ketiga)
7. Cakra Sahasrara (mahkota)



Quote:Original Posted By arch.machen.77
1. Cakra Muladhara (cakra dasar)
Cakra ini letaknya di ujung bawah tulang punggung/ekor dengan warna kemerah-merahan dengan 4 berkas sinar/daun. Bagian tengahnya terdapat warna sinar oranye. Semakin ke dalam terdapat sedikit bulatan sinar kuning. Pengetahuan tentang cakra ini sangatlah penting mengingat cakra Muladhara merupakan pondasi yang perlu dikokohkan sebelum menuju ketingkatan spiritual yang lebih tinggi. Bila pondasi rapuh menyebabkan Anda terhalang di tengah jalan.
Cakra muladhara dipengaruhi dari unsur-unsur zat padat (pertiwi), dimana unsur ini berhubungan erat dengan: kebugaran tubuh fisik, hal-hal yang berhubungan dengan materi, perkembangbiakan, kreatifitas dan pertahanan diri.
Seseorang yang ingin tetap sehat, ingin punya anak dan menginginkan kekayaan materi yang berlandaskan spiritual hendaklah sering melakukan latihan meditasi untuk mengembangkan cakra dasar ini. Kekayaan bukanlah hal yang dilarang dalam spiritual. Orang yang kaya harta dan berlandaskan pada ajaran dharma adalah orang-orang yang memanfaatkan hartanya untuk diri sendiri dan peningkatan umat lain. Untuk menjaga agar tetap kaya maka tetaplah sebagai pelaku spiritual dan menjaga dengan baik dan meningkatkan diri mengembangkan cakra-cakra lainnya sehingga berbagai kemuliaan akan dapat dinikmati di alam skala dan niskala nantinya.

2. Cakra Svadhistana (cakra sex)
Cakra swadhistana letaknya bersesuaian dengan daerah kemaluan yang memancarkan 6 berkas sinar/helai daun berwarna oranye (jingga). Mandalanya berbentuk bulan sabit sebagai lambang air.
Sifat air adalah yang mempengaruhi cakra svadhistana yang mengontrol segala macam nafsu dan emosi. Cakra ini adalah tingkatan yang lebih rendah dari cakra wisudha (cakra tenggorokan) yang menyebabkan tingkah laku yang kasar, hilangnya akal sehat, rasa kurang peduli, kurang percaya pada diri sendiri, kecemburuan dan keserakahan serta kemandulan.
Bilamana bermeditasi pada cakra svadhistana serta memahami kesadarannya niscaya akan mempunyai sikap pengontralan diri yang tinggi terhadap sifat-sifat negatif tersebut di atas, daya ingat semakin baik dan daya kecappun semakin baik. Daya kecap tinggi adalah termasuk intuisi yang tajam. Seorang intelektual yang berwawasan tinggi serta dipenuhi kebajikan akan tercipta dari orang-orang yang sudah berkembang cakra sexnya. Berbagai macam kemuliaan yang berhubungan dengan kemakmuran akan dapat dicapainya.

3. Cakra Manipura (cakra pusar)
Cakra manipura disebut pula cakra pusat pemrosesan prana. Akar-akar cakra ini menyebar hampir keselurah cakra utama/inti. Cakra manipura letaknya bersesuaian dengan cekungan pusar pada tubuh fisik. Bila kita makan, makanan ini diproses di daerah perut. Hasil pemrosesan yang bersifat energi halus disebarluaskan melalui nadi-nadi yang berpusat di cakra manipura. Proses pembakaran di perut yang bersifat lebih kasar digunakan untuk pertumbuhan dan kesehatan tubuh fisik.
Cakra manipura terdiri dari 10 berkas sinar/helai daun berwarna kehijauan pada bagian tepinya dan semakin ke tengah warna kekuningan serta pada inti cakra adalah warna kemerahan. Dewa yang berstana adalah dewa Wisnu dengan saktinya.
Cakra manipura bersifat api di mana hawa panasnya selalu menuju ke atas. Cakra manipura lebih banyak mempengaruhi sistem pencernaan tubuh fisik dengan mengendalikan usus-usus di dalam perut. Lebih kurang tiga jari di bawah cakra manipura ada yang disebut dengan Tantien yang berkaitan erat dengan cakra manipura dalam proses meningkatkan tenaga dalam dan membangkitkan unsur api serta listrik dalam tubuh manusia. Tantien adalah pusat dari pengolahan gas/ether menjadi unsur api.
Bermeditasi pada cakra ini maka manusia akan mengerti tentang berbagai pengaruh atau pengetahuan astral, menguasai tenaga dalam dan menguasai sifat dari unsur: api, panas, cahaya/sinar dan listrik. Dengan unsur api/cahaya (teja) segala emosional bersifat: ketidakpuasan, kesedihan, kejengkelan, kemarahan, putus asa, stres, merasa menderita dan berbagai penyakit berkaitan dengan pikiran dapat dihancurkan yang pada akhirnya membawa kita pada kebahagiaan yang sempurna disamping dapat mengerti jalan menuju kematian.
Ilmu-ilmu yang tergolong kanuragan atau kewisesaan juga berupaya untuk mengembangkan cakra manipura. Telah banyak ditunjukkan oleh praktisi dari banyak aliran yang mampu membuat bola lampu menyala. Di Bali, dari pengamatan Pinisepuh, Cokorda dari Puri Kesiman telah menunjukkan kemampuannya menguasai unsur listrik dengan memanfaatkan petir untuk melakukan hubungan telepon kepada salah satu reporter tv swasta. Hp berdering namun tidak ada nomer hp muncul di layar dan mereka berkomunikasi. Juga dengan penguasaan unsur api yang baik manusia bisa mengendalikan hujan seperti membuat hujan dan menghentikan hujan.
Pada tingkatan yang sudah tinggi, latihan dari membangkitkan cakra manipura akan menimbulkan sensasi angin, bahkan mengundang hujan atau terkadang petir di siang bolong. Sesama manusia waskita atau wikan akan saling memahami kejadian alam seperti ini. Bagi pemula, perlu bimbingan seorang guru yang paham untuk meditasi cakra manipura sebab pada pembangkitan unsur api, manusia berhubungan dengan energi planet-planet dan apabila berlatih pada saat mendung sangatlah berbahaya. Mendung sering membawa listrik yang besar dan seandainya kebangkitan sedang terjadi pada siswa tanpa disadari, listrik statis pada tubuh pada saat latihan akan memancing listrik dari mendung. Jadi bahayanya adalah disambar petir.


Lanjutan diatas

Quote:Original Posted By arch.machen.77
4. Cakra Anahata (cakra jantung)

Cakra anahata memiliki 12 berkas sinar/helai daun dengan warna tidak selalu sama pada setiap orang. Warna cakra ini lebih dominan dipengaruhi oleh sifat-sifat dasar seseorang, dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan dan spiritualnya.

Cakra anahata berhubungan erat dengan cakra sahasrara (cakra mahkota), karena cakra ini merupakan tempat terakhirnya jalur antahkarana. Jika diamati secara waskita sifat-sifat seseorang bersesuaian dengan tingkat frekwensi dari warna-warna tersebut yang menyimbolkan arti seperti:

1. Merah muda/pink simbol dari: cinta kasih
2. Hijau simbol dari: pelindung, penyejuk
3. Biru simbol dari: tertutup
4. Kuning/putih simbol dari: kesucian
5. Keemasan simbol dari: luhur atau keagungan
6. Ungu simbol dari: spiritual tinggi
7. Merah menyala simbol dari: semangat, emosional atau marah.

Cakra ini merupakan cakra yang amat penting seperti halnya jantung pada tubuh fisik. Dimana cakra anahata merupakan pusat pemerosesan prana dari cakra-cakra di bawahnya untuk dibawa ke cakra yang lebih tinggi dan sebaliknya.

Cakra sahasrara memberi ide, selanjutnya cakra soma/cakra-cakra yang ada di telapak tangan memikirkan dan diputuskan oleh cakra ajna/cakra mata ketiga. Setelah memperoleh hasil dari keputusan apakah itu baik/bener/jelek/salah, diteruskan ke cakra anahata. Cakra anahata menimbang dengan tingkatan emosi yang lebih halus kemudian diteruskan atau tidak. Bila hasil keputusan cakra ajna diteruskan ke tingkat cakra bawah oleh cakra anahata maka terjadilah gerak tubuh fisik sesuai keputusan cakra ajna.

Cakra anahata ada dua buah, terletak di daerah depan (daerah dada) dan belakang dada berdekatan dengan organ jantung pada tubuh fisik manusia. Cakra anahata depan lebih banyak bertugas menjaga keseimbangan kerja dari jantung tubuh fisik dan kelenjar tyumus. Cakra anahata belakang mengontrol dan memberi energi pada paru-paru, juga jantung fisik dan kelenjar tyumus.

Pada cakra anahata berstana dewa Rudra/Iswara dengan saktinya yang bersifat seperti udara. Manfaat bermeditasi pada cakra anahata dan menguasai rahasianya akan memiliki kemampuan: mendengar gema/suara batin yang tepat, mendengar suara hati, niscaya orang ini juga mampu mengontrol sifat-sifat dari udara, menyadari atau merasakan dengan batin keadaan orang lain apakah dia sedih/senang, baik/buruk serta merasakan kehadiran mahluk yang bersifat halus (gaib), melihat sosok gaib dengan mata batin, berkemampuan meneropong/melihat jarak jauh dengan kemampuan batin.

Kemampuan lain dari berkembangnya cakra anahata adalah: mampu berkomunikasi dengan mahluk gaib, bisa menangkap/mendengarkan dengan batin petunjuk/pawisik dari sosok gaib yang bersifat lebih tinggi/dewata, dengan jnana/pemusatan pikiran yang baik maka setiap pikiran menjadi terwujud sebagai suara batin yang mana memungkinkan komunikasi menjadi dua arah atau disamping bisa mendengar suara batin juga bisa mengeluarkan suara batin. Kemampuan mewujudkan suara batin diperlukan saat melakukan pemujaan dan permohonan kepada Tuhan. Tuhan bersifat maha mengetahui akan tetapi kesadaran manusia yang memupuk dan meningkatkan cakra anahata adalah manusia-manusia yang dimuliakan dan diangkat derajatnya baik di skala maupun niskala.

Perasaan kasih sayang semakin tumbuh, kepercayaan terhadap Tuhan semakin mantap dan dapat mengatasi masalah dengan tenang. Sidharta Gautama dikenal mempunyai kasih sayang yang tinggi sehingga menjadi Budha. Kasih sayang yang tinggi adalah kesaktian yang paling tinggi dari seluruh kesaktian yang ada.

5. Cakra Wisudha (tenggorakan)
Cakra wisudha letaknya di daerah tenggorokan depan pada tubuh fisik. Cakra ini mempunyai 16 berkas sinar/helai daun dengan warna dominan biru muda pada luarnya dan pada inti cakra terdapat warna putih bening. Unsur-unsur yang terdapat atau mempengaruhi adalah akasa (ether). Pada cakra ini berstanalah hyang Sadasiwa.
Cakra wisudha/tenggorokan merupakan pengontrolan tingkat emosi yang lebih tinggi. Cakra ini berhubungan erat dengan cakra svadhistana/sex. Sifat-sifat yang dimiliki sama dengan yang berpengaruh dari cakra svadhistana tetapi dalam tingkatan yang lebih halus. Misalnya sifat kasar yang ditunjukkan tidak lagi dalam bentuk fisik yang vulgar. Tetapi dengan cara-cara taktik/politik yang licik dan dengan kesan intelektual. Dengan adanya hubungan ini gangguan cakra wisudha bisa mempengaruhi prilaku seperti yang disebutkan pada cakra svadhistana termasuk juga bisa menyebabkan kemandulan.
Apabila cakra ini aktif dan berkembang dan simpul-simpulnya terbuka maka kita menjadi waskita pendengaran yaitu mendengar suara/swara yang bersifat halus (gaib). Mendengar jarak jauh. Mendengar di sini bukan lagi mendengar dalam batin tetapi mendengar dengan organ fisik layaknya mendengar suara dari kehidupan skala.



Quote:Original Posted By arch.machen.77
6. Cakra Ajna (mata ketiga)
Bagi mereka yang sudah lama menekuni hal-hal spiritual tentu mengenal kegunaan cakra ajna/mata ketiga. Karena keaktifan cakra ajna sangat dibutuhkan yaitu untuk pewaskitaan/penglihatan/tembus pandang.
Berkembangnya cakra ajna maka manusia akan bisa melihat tembus pandang/meneropong ke masa lalu, masa kini dan masa mendatang. Manusia yang demikian disebut sebagai waskita bahkan wikan.
Dengan kewaskitaan manusia dapat melihat mahluk-mahluk halus, energi halus, cakra-cakra beserta warna-warnanya, melihat aura dan bahkan para dewata sekalipun. Keaktifan atau berkembangnya cakra ajna memungkinkan kita memvisualisasikan sesuatu lebih jelas termasuk dapat menghipnotis dengan cara-cara yang halus.
Letak cakra ajna adalah di antara kedua alis dengan 2 berkas sinar/lembar helai daun dengan warna yang berbeda. Sebelah daun berwarna keunguan dan sebelah kuning keputihan di inti cakra terdapat lingkaran dengan warna putih cemerlang (bagai sinar matahari).
Dewa yang berstana adalah hyang Paramasiwa. Cakra ajna dikenal juga sebagai mata ketiga/mata lahir. Mata lahir dimaksud adalah mata non fisik yang berkemampuan layaknya mata fisik tetapi hanya melihat mahluk gaib/halus bahkan para dewata. Adalah kemampuan melihat yang lebih tinggi dari kemampuan melihat dengan mata batin sebab akan melihat detail dari suatu sosok gaib. Tetapi mata lahir ini tidak bisa meneropong jarak jauh.
Fungsi dari cakra ajna adalah mengontrol seluruh cakra-cakra di bawahnya. Berkembangnya cakra ajna adalah terjadi sesuai dengan perkembangan dari cakra-cakra di bawahnya.

7. Cakra Sahasrara (mahkota)
Cakra ini berada di luar tubuh yaitu kira-kira sejengkal tangan di atas kepala dengan akarnya pada ubun-ubun. Dengan seribu berkas sinar/helai daun berwarna-warni kemilauan, semua warna yang terlihat sangat mengagumkan. Tidak ada kelihatan warna dominan kecuali beberapa lembar helai daun di tengahnya, yang mana keadaannya tergantung dari tingkat spiritual seseorang. Semakin tinggi spiritual seseorang warna ini menjadi kuning keemasan. Biasanya warna daun ini sesuai dengan warna cakra anahata.
Pada inti cakra terdapat tangkai seperti bunga teratai. Tangkai tersebut berhubungan dengan puncak kepala yang sering disebut dengan antahkarana atau tali spiritual. Antahkarana adalah ukuran yang sangat penting guna mengetahui tingkat kerohanian seseorang. Jalur antahkarana merupakan jalur turunnya energi yang maha suci.
Diamati secara waskita energi yang bisa memasuki antahkarana hanya energi yang maha suci (roh-roh yang amat suci). Bila cakra sahasrara sudah berkembang akan menuntun manusia lebih mendalami hal-hal yang bersifat kerohanian dan selalu ingin mengetahui ajaran-ajaran kesucian yang berhubungan dengan ke-Tuhanan, ingin memahami sifat-sifat dengan kesadaran somia/buddhies yang lebih tinggi, segala tindak tanduknya didasarkan atas ajaran suci (weda/pengetahuan suci).
Kebangkitan kundalini yang mencapai cakra sahasrara akan menuntun seseorang dapat menilai dirinya sendiri dan menilai orang lain dengan bijaksana, tahu kebenaran yang sesungguhnya. Bertemunya Kundalini sakti dengan Siwa pada cakra sahsrara memungkinkan seseorang mencapai moksa/hidup abadi/bebas penderitaan (bebas keduniawian dalam arti luas).

Note : saya tidak ada hubungan dengan web site sumber ... tapi saya melihat bahwa apa yg ditulis sangat bagus dan berguna dan tidak ada niat untuk mempromosikan web tertentu atau ajaran tertentu.

Latihan Meditasi 1

temukan hening saat bmeditasi
afirmasi, bdoa kpda Tuhan agar d tnangkn hati & pkiran ny, prcya Tuhan akn mbantu dlm mpertajam bathin.
dlm afirmasi trsbut jgn pkirkan fairy atw entitas lain cumz 1, ykni Tuhan
asah kheningan trsebut slama bbrapa wktu
kmudian ktika sudah mnmukan titik hning,
hntikan meditasi n mulai bkomunikasi
lakukan kmunikasi 1 arah trlbih dhulu.....
minta u/ mnyntuh bbrapa bgian tbuh,,,(sprti lengan, bahu dsbg ny)
stlah 1 arh brhasil
bru kmudian ajukn prtnyaan
kmudian nnti akn mnmukan jwaban lsng dr bathin tnpa d pengaruhi pkiran

Saturday 15 June 2013

KAMUS BAHASA PLANET GAUL

A
AA Gym = Agak agak gimana
Akika, Akyu = Aku
Apose = Apa

B
Bapuk = Barang lapuk, jelek
Begindang = Begini
Bejong = Baju
Belalang = Beli
Belenjong, Blenji = Belanja
Beranak Dalam Kubur = Buang air besar, ber*k
Balon= Bakal calon
Bebong = Babu
Bekibolang= Belok kiri boleh langsung
Brokap = Berapa
Brondong= Cowok/cewek belia
Brownies, Bronis = Brondong manis
Buleleng = Bule

C
Cacamarica = Cari
Capcus = cabut (pulang/pergi)
Caur = Ancur
Ciamik = Bagus
Cimut = Ciuman maut
Cileduk= Cinta lewat dukun
CDMA= Cape deh males ah
Cemat= Cewe matre
Cemen= Gak punya nyali
Cucok, Cucok meong = Cocok
Cumi = Cium

D
Diana. Deske, Dese = Dia
Dendong = Dandan
Doror = Double eror

E
Eke, Ik, ikke = Aku
Endang, Endang gulindang, Endang markondang = Enak, enak sekali
Ember= Emang benar, Iya
Eslong, Ori = Asli, orisinal
F
Gaptek = gagap teknologi
Gazebo = Gak zelas bo
Gedong = Gede, besar
Gilingan = Gila
GTL = gitu loh!

H
Hamidah = Hamil
HandyCam := Kemek/Makan pakai tangan
Hemong = Homo
Himalayang = Hilang

I
Ijo Lumut = Ikatan jomblo lucu dan imut
Indang = Ini
J
Jabluk = Jablay buluk
Jablay = Jarang dibelai, orang yg kesepian/sendirian
Jadul = jaman dulu
Jaim = Jaga imej
Jali-Jali = Jalan-Jalan
Jarpul = jarang pulang
Jayus = banyolan yg gak lucu
Jij, yey = Kamu
Jijay, Jijay Markijay = Jijik
Jomblo = masih sendirian. belum berpasangan
Jorse, Jorki, Joker = Jorok
Jugra = Juga

K
Kawanua = Kamu
Kawilarang = Kawin
Kayangan, tajir = kaya
Kelinci = Kecil
Kemsi = Kemek/makan siang)
Kencana = Kencing
Kepelong = Kepala
Krejong, Gawe = Kerja

L
Lambreta = Lambat
Lamongan, Lambada = Lama
Lapangan Bola = Lapar
Lekong = Laki
Lemot = Lemah otak
Lumajang = Lumayan
Lula Kamal = Lupa segala kalau malam

M
Mabar, Mebong = Mabok
Macaci = masa sih
Maharani = Mahal
Makaci = terimakasih
Makarena = Makan
Malesia = Malas
Maluku = Malu
Mandole = Mandi
Mandra, Menong, Mindang = Mana
Mataram = Mati
Mawar = Mau
Mehong = Mahal
Meneketehe = Mana aku tahu
Menong, Mandra, Mindang = Mana
Merekah = Marah
Mereske = Mereka
Minangan = Minum
Mindang, Mandra, Menong = Mana
Motorola = Motor
Mukadimah = Muka
Mursida, mursidawati = Murah

N
Najong = Najis
Nanda = Nanti
Naspro = Nasi
Napose = Napa, Kenapa
Nepsong = Napsu
Neting = Negative Thinking
Ngemeng = Ngomong/bicara

O
Organ = Orang
Organ Tunggal, Ortu = Orang Tua

P
Parno = Paranoid
Pecun = Perek Culun
Pelsong = Palsu
Pere = Perempuan
Pertiwi = Perut
Pewe = Posisi (Wu-)enak
Pewong = Perempuan
Piur = Pergi
Poting = Positive thingking
PDA = Please dong ah

R
Rambutan = Rambut
Rusia = Rusak

S
Sastra = Satu
Sekong = Sakit, gay
Sepetong, Spartakus = Sepatu
Sherina = Serius na, seriusnya
Sindang = Sini
Sihombing = sombong
Sindang = Sini
Sipang Ronggeng = Pisang Goreng
Sandro, Sondang = Sana
Sodokur = Sodara
Sondang = Sono
Songong = Belagu
Soraya = Sok
Soraya Perucha = Sakit Perut
Sotoy = Sok tau
Suamsuamkuku = Suamiku
Sutra = Sudah
SMP = Sehabis makan pulang
SMS= Suka sama suka
STDL = Sok tau deh lo
STW = Setengah Tua..

T
Tajir, Kayangan = Kaya
Tasmania = Tas
Telerama = Teler
Tinta = Tidak
Titi DJ = Hati2 di jalan
Titi Kamal= Hati2 kalau malam
Titi Puspa = Hati2 pulang sampai pagi
Titi Syuman = Hati2 cium teman
Tomingse =Tolong Mingkem Sedikit
TBC = Tekanan Batin Cinta
TP = Tebar pesona
Up!
-4
Down!
tukang gosip, selalu mau tau urusan orang lain
kalau ada orang yang selalu penasaran dan pengen tau tentang segala hal, bilang aja:
"kepo banget sih loooo..."
Up!
12
Down!
santai atau selau
a : di omelin sama nyokap lo nanti
b : woles aja
Up!
-3
Down!
emoticon buat angkat tangan
Polisi: "Angkat tangan!"
Maling: "lol"
Up!
10
Down!
Pemberi Harapan Palsu
capedee.. lu mah PHP mulu #sebel
Up!
10
Down!
berasal dari on the way = sedang di jalan
A : Di mana sih lo dah lama ni gw nunggu
B : sabar OTW nih
Up!
8
Down!
Get Well Soon.
A : "Sakit kepala yang menyakitkan"
B : "GWS ya... "
Up!
-16
Down!
Kece
Orangnya kece
Up!
-3
Down!
singkatan dari "Manusia Homo" . sebutan untuk cowok" yang ngaku cewek... trus menggunakan statusnya sebagai cewek untuk mendapatkan keuntungan di dunia maya...
awas , disebelah ane ada maho.. *maho detected*
Up!
0
Down!
lemes
A: najis tuh orang cepu bgt (lemes bgt)
B: sabar aja bro, lagian lo udh tau dia cepu masih aja lo ngasih tau rahasia lo!!!
Up!
15
Down!
repot, ribet
Duuuhh ibu-ibu rempong deh, belanjaannya banyak banget sampe ga bisa ditenteng tasnya.