Monday 27 May 2013

Jadi inget, dulu pernah bikin riset ttg susu formula merek X, buatan Eropa di pertengahan tahun 2008. Interviewnya sama dokter-dokter anak di Indonesia, pas banget ketika saya sedang hamil.

Ketika saya ikut serta dalam riset ini, saya belum kebayang sama sekali bakal kasih ASI sampai 22bulan, dan kasih homemade food ke Alika; anak saya, dan gak memberikan susu formula sama sekali. Boro-boro kebayang pumping ASI dan bawa-bawa pompa dan segambreng peralatan perang ASI lainnya, wong dulu tuh mikirnya pasti soal "merek susu apa ya yg bagus?" atau nanya ke orang-orang: "Merek susu apa ya yang bagus?".

Sampai suatu hari Saya dapat kesempatan untuk bantu di project riset tentang susu formula merek ini. Fyi: ini adalah salah satu merek susu buatan Eropa yang terkenal di Indonesia.

Dan sebelum fieldwork dimulai, saya seperti biasa melakukan brainstorming meeting bersama orang brand (Orang Swiss) dan orang R&D yg menjadi salah satu peracik formula susunya (Dokter asal New Zealand).

Dari hasil brainstorming meeting ternyata diketahui bahwa alasan mereka membuat study pemasaran di Indonesia karena pangsa pasar susu formula di Indonesia itu sangat besar, termasuk dalam 5 besar di dunia. Sementara, di Eropa sendiri para produsen susu formula sangat susah buat jualan produk susu formula, karena pemerintahnya sangat galak dan sangat ketat dalam mengatur penjualan susu formula.

Hal ini berbeda dengan pemerintah Indonesia yang belum galak dan masih "Pro" Susu formula. Belum lagi ditambah dengan adanya stigma dari orang Eropa mengenai susu formula yang dianggap "rubbish product" - karena terlalu banyaknya process dalam pembuatannya: dari cair ke bubuk dan terlalu banyak bahan kimia yang dibutuhkan dalam proses pengubahan bentuknya dan terlalu banyak fortifikasi yang artinya terlalu banyak bahan kimia di dalamnya.  Makanya produk X ini mau meningkatkan penjualannya di Indonesia, karena memang lebih mudah dan lebih gampang :p

Ketika Saya mendengar cerita itu di meeting itu, Saya sebenarnya sudah agak shock dengan keterangan mereka, karena pemahaman saya mengenai susu formula "yang sangat sehat" ternyata salah.

Namun memang, meski sudah mendengar penjelasan orang Brand dan R&D tersebut, penjelasan tersebut masih belum begitu bisamembuat hati saya tergerak untuk memberikan ASI pada calon Bayi Saya. Saya bahkan masih terpikir untuk tetap kasih formula.... Mungkin campur laah 50% ASI : 50% formula. Kan saya kerja..?? *alesan*

Setelah selesai brainstorming meeting, saya iseng bertanya pada orang R&D yg meracik susu formula merek ini, karena beliau adalah Ibu dari 1 anak, dan anaknya berusia 3thn. Tujuannya seperti biasa, karena saya ingin cari referensi mengenai merek susu formula, soalnya dia kan dokter dan R&D susu formula. Jadi pastinya referensinya OK :p

Jadi langsung saja Saya tanya ke beliau, "Kalau Anda dulu kasih susu formula merek apa?" (dengan keyakinan, pasti dia akan bilang merek yang dia racik).

Ternyata saya mendengar jawaban diluar harapan saya, karena dia bilang:"Saya tidak kasih susu formula sama sekali" *Saya bengong*.

Lalu saya tanya lagi: "Terus dikasih apa? Susu UHT?"

Dijawab sama beliau: "Tidak, saya baru kasih UHT ketika umur 2 tahun" *dan saya makin bingung dan shock*

Saya tanya lagi: "Terus dari 0 - 2 tahun anak Anda dikasih apa?"

Dia jawab sambil tersenyum: "Saya kasih ASI, karena susu formula itu nutrisinya itu tidak sebanding dengan ASI."

Agak shock denger jawaban dari si ibu R&d itu. Apalagi pas denger dia bilang lagi:"Saya menyusui smp anak saya umur 24bln, setelah itu langsung saya kasih UHT. No formula at all!" *Dan saya pun menganga*

Saya tanya lagi" seriously?"

Dia jawab lagi: "Yup. Very serious". Dan semua orang mendorong saya untuk memberikan ASI. Jadi masa menyusui Saya menjadi lebih mudah"

Tetapi tetep aja... Meski sudah denger pengakuan si R&D itu... Saya masih agak tidak percaya dengan pengakuan dia, sampai pada akhirnya saya menginterview 5 dokter anak di Indonesia: 3 yang Pro ASI, dan 2 Yang Tidak Pro ASI.

Hasilnya? Semua dokter anak yg diinterview itu mengakui hal yg sama: ASI is the best dan paling cocok dengan metabolisme bayi. Dan susu formula cuma bisa diserap 0,sekian persen oleh tubuh bayi.

Bahkan 2 dari 3 dokter yg pro ASI kasih urutan gimana nutrisi diserap bayi dari bayi msh dlm kandungan sampai dia 2 thn:

ketika bayi di kandungan: bayi akan menyerap semua nutrisi dari sari makanan (bukan susu ya) yg dikonsumsi ibunya. Dan nutrisi yang dibutuhkan oleh si Bayi ketika dalam kandungan itu cuma sedikit, gak perlu jumlah yang banyak, karena si janin itu kan juga ukurannya masih sangat kecil jika dibandingkan kebutuhan manusia biasa.

Jadi even Susu hamil juga tidak perlu, karena kebutuhan kalcium/folat/AA/DHA/Kolin itu bisa didapat dari makanan yang dikonsumsi oleh si Ibu. Jadi, asal Ibu makan makanan yang sehat (sayur, ikan, telur, daging, buah) secukupnya, pasti kebutuhan nutrisi sang janin dan sang Ibu akan terpenuhi.

Dan dokter kandungan biasanya sudah kasih vitamin dan supplement yang menunjang nutrisi sang janin. Jadi minum susu hamil sebenarnya malah bisa membuat Ibu obesitas karena kelebihan kalori (bukan nutrisi).

Ketika bayi umur 0-6bln: Bayi cuma bisa menyerap ASI, karena ASI sangat sesuai dengan pencernaan bayi yang masih sangat rentan dan sangat sensitif, karena kandungan ASI yang sangat spesifik. Dan AA, DHA, AA, dsb yang di dalam ASI-lah yang cuma bisa diserap sempurna oleh otak Bayi :). Sementara kandungan dalam susu formula secara umum cuma bisa diserap bayi 5-10%kl gak salah (lupa euy, udah lama bgt soalnya risetnya) CMIIW.

Ketika bayi usia 6-12bln: Bayi  menyerap 70%ASI, dan 30%nya adalah sari makanan.

Oleh karena dari itu, buat Ibu-ibu yang anak-anaknya usia 6-12bulan, sebenarnya di masa ini tidak perlu terlalu khawatir kalau anaknya ketika di usia ini masih susah makan, karena di masa ini sebenarnya adalah masa untuk mulai mengajarkan anak dan mengenalkan anak makanan padat, bukan untuk memenuhi kebutuhan total nutrisi harian anak. Sementara susu formula? Cuma bisa diserap sekitar 15-20% (CMIIW).

Ketika bayi usia 12 - 18bln: Bayi bisa menyerap ASI 50% dan sari makanan 50%

Ketika bayi usia 18-24bln:Bayi menyerap ASI sebesar 30% dan sari makanan 70%, dan disini peran ASI lebih pada daya tahan/body immunity, karena di usia ini bayi sangat rentan terkena virus/bakteri karena sudah mulai lebih banyak memakan makanan padat dan mulai mengalami fase oral alias mulai memasukkan semua barang ke mulut :p

Dan  AA, DHA, Kolin, Prebiotik yang dibutuhkan Bayi di rentang usia ini hanya bisa diserap sempurna 100% kalau sumbernya dari sari makanan yang dimakan oleh bayi dan dari ASI (dari sari makanan yang dikonsumsi Ibu yang menyusui).

Sementara ketika  anak berusia 2thn ke atas, sebenarnya susu formula sudah tidak bisa diserap lagi karena memang sudah tidak ada perannya dalam pertumbuhan anak, sementara ASI msh bisa diserap untuk kepentingan daya tahan tubuh/body immunity.

Oleh karena itu, bayi yang mengkonsumsi susu formula biasanya akan sangat jauh lebih gemuk, karena memang kandungannya tidak terpakai dan tidak terserap dengan sempurna, sehingga berubah bentuk jadi lemak, sementara ASI terserap sempurna oleh tiap elemen dalam tubuh bayi, terutama oleh otak si Bayi :)

Oleh karena itu juga, menurut pengakuan 2 dokter yang tidak Pro ASI, mereka biasanya kalau menyarankan susu formula pasti selalu dengan alasan: "Biar anak Ibu lebih gemuk/tidak kekurangan berat badan" (itu pengakuan para dokter itu loh.. :p)

Dan... DHA, AA, Kolin, Spengomiolyn yg ada di susu formula sampai sekarang belum diketahui manfaatnya..atau bahkan efek sampingnya!! (Dan menurut orang brand dan orang R&D brand X ini, WHO juga sudah menyatakan hal yang sama soal ini).

Kenapa dikatakan belum ketahuan manfaat dan efek sampingnya? Karena bayi-bayi yang mengkonsumsi susu dengan kandungan AA, DHA, Kolin, dsb ini rata2 lahir dr th 2000 ke atas, tahun-tahun di mana kandungan-kandungan ini mulai diperkenalkan oleh para produsen susu formula.

Dan bayi-bayi yg mengkonsumsi AA, DHA, LA dsb yang ada dalam susu formula ini BELUM ADA yang menjadi ibu, sehingga belum tahu efek jangka panjang dan efek domino yang dihasilkan oleh kandungan-kandungan itu.

Dan pengakuan yang paling menakutkan buat saya sebenarnya adalah ketika orang brand dan R&D dari brand susu formula X ini menceritakan kalau semua kandungan itu tidak ada yang pernah diuji cobakan ke bayi manusia sebelumnya!!! (Scary huh?!!)

Akhirnya, sejak saya tahu info-info soal itu, mata saya jadi terbuka sangat-sangat lebar.... Dan sejak saat itu juga saya langsung mengubah niat saya untuk kasih ASIX, karena Saya pikir "Yang membuat racikan susu formula saja kasih ASI, masa Saya engga?"

Demikian sharing pengalaman Saya. Mohon maaf ya kalau ada yang tidak berkenan atau salah-salah info. Maklum, risetnya dibuat thn 2008 pertengahan :)


Friday 24 May 2013

Cara Bersemadi Untuk Menemui Kembaran Diri - Ilmu Jawa

BELAJAR ILMU JAWA. Orang yang pernah menemui kembaran diri atau saudara empat kelima pancer pasti akan mengenal jatidiri, siapakah diri kita sebenarnya. "Cara Bersemedi Untuk Menemui Saudara Sejati" Menemui saudara sejati artinya adalah menemui kembaran diri yang ada di dalam tubuh manusia. Dalam kepercayaan masyarakat Jawa dipercaya adanya kembaran diri di dalam tubuh manusia, mereka berjumlah empat orang dan semuanya wajahnya persis seperti kita, hanya saja mereka lebih bersih dan cerah, tidak kumus-kumus seperti kita. Mereka bersatu di dalam tubuh manusia dan berwujud menjadi diri kita yang sekarang ini. Benarkah itu? Benar atau tidak, hal ini telah menjadi kepercayaan masyarakat Jawa secara turun temurun dan telah menjadi syarat utama dalam mempelajari ilmu Jawa tingkat tinggi. Jadi sebelum mempelajari ilmu apapun, seseorang harus bisa menguasai dulu ilmu yang satu ini, yaitu mengenal jatidiri. Setelah itu baru diperbolehkan menguasai ilmu lainnya. Jika seseorang sudah terlanjur mendapatkan ilmu kadigdayaan dari seorang guru tapi belum pernah menemui saudara sejati ini, maka dikhawatirkan orang tersebut akan dikendalikan oleh ilmunya sendiri nantinya. Selain itu orang tersebut tidak akan tahu siapakah makhluk gaib yang ada di dalam dirinya tersebut dan darimana ilmu itu berasal. Apakah ilmu yang telah menyatu dengan jiwa raga tersebut adalah makhluk baik atau makhluk jahat. Perlu kita ketahui bahwa kenapa seseorang bisa memiliki ilmu kanuragan, ilmu kebal, ilmu gaib dan ilmu-ilmu lainnya? Kenapa seseorang tersebut bisa sakti? Karena ada makhluk gaib yang telah menyatu dengan jiwa raga orang tersebut, dan makhluk gaib itulah yang telah membantu orang tersebut sehingga menjadi sakti. Makhluk gaib tersebut telah disatukan dengan dirinya oleh seorang guru. Sesungguhnya manusia terlahir secara alami tidak ada yang sakti. Dari manakah sang guru tersebut mendapatkan makhluk gaib dan lantas dimasukkan kedalam tubuh murid-muridnya? Hal inilah yang harus kita ketahui agar kita bisa menyadari dari manakah ilmu kita ini berasal dan seperti apa wujudnya. Oleh karena itulah dalam belajar ilmu Jawa diharuskan mengenal jatidiri dulu sebelum belajar ilmu lainnya agar bisa mengetahui segala apa yang terjadi pada diri kita. Kita akan bisa mengetahui semua ini jika telah pernah menemui saudara empat kelima pancer. Kita nantinya bisa menirukan sang guru tersebut mengambil makhluk halus sakti dari alam gaib tertentu untuk di-inventariskan kepada murid-muridnya. Guru tersebut pergi ke alam gaib dengan cara melepas sukmanya untuk menemui makhluk gaib yang dia butuhkan, dan hal ini dilakukan dengan cara Ragasukma atau Rogosukmo. Ragasukma sendiri ada bermacam-macam cara dan tingkatan. Secara kronologis ragasukma dibedakan menjadi dua macam. Pertama, ragasukma tingkat rendah Ragasukma jenis ini adalah proses melepas sukma keluar dari tubuh dengan tujuan hanya untuk berjalan-jalan disekitar alam dunia ini saja. Artinya, setelah sukma kita berhasil keluar dari tubuh kita maka kita bisa pergi kemana saja semau kita seperti orang terbang, karena disaat ini raga halus akan terasa ringan seperti angin dan bisa menembus tembok. Ragasukma seperti ini bisa dipelajari dengan cara tidak terlalu sulit karena bisa didapat dari paranormal yang menjual jasa pembelajaran ilmu gaib yang banyak terdapat di internet atau media masa lainnya. Namun belajar ragasukma seperti ini juga tidak bisa dibilang mudah, karena memerlukan ketekunan dan kesabaran dalam berlatih setiap hari serta tidak boleh terlalu berambisi untuk segera bisa menguasainya. Ragasukma tingkat rendah ini juga bisa digunakan untuk memulai penguasaan ragasukma tingkat tinggi. Namun biasanya orang yang telah menguasai jenis ragasukma tingkat rendah akan kesulitan untuk mencapai ragasukma tingkat tinggi karena terhalang oleh kebisaan yang telah mereka miliki. Oleh karena itu ragasukma tingkat tinggi biasanya lebih mudah dikuasai oleh orang-orang yang berangkat dari kebodohan, yaitu orang yang belum pernah memiliki ilmu apapun. Orang bodoh seperti ini biasanya lebih mudah untuk mencapai kesempurnaan. Namun bukan berarti orang yang telah menguasai ragasukma tingkat rendah tidak bisa menguasai ragasukma tingkat tinggi, bisa saja bro.., asal bisa bersabar dan tekun dalam berlatih. Dan yang lebih penting lagi jangan terlalu berambisi untuk segera bisa menguasainya, karena hal itu bisa menjadi rintangan dalam perjalanan spiritual kita nantinya. Cara mempelajari ragasukma tingkat rendah ini tidak perlu kita bahas karena anda bisa mendapatkannya sendiri dengan cara menghubungi jasa pembelajaran ilmu gaib yang banyak terdapat di internet, dan mereka lebih tahu karena mereka memang pakarnya. Dan mayoritas mereka memang benar-benar bisa mengajarkan berbagai macam ilmu secara instan kepada anda. Biasanya sang guru akan memberikan inventaris makhluk halus kepada anda melalui air minum berisi rajah gaib, kemudian makhluk halus tersebut akan menyatu dengan jiwa raga anda. Selanjutnya anda hanya melakukan ritual tertentu saja maka makhluk halus yang telah menyatu dengan jiwa raga anda tersebut akan membawa sukma anda pergi melayang-layang atau biasa disebut raga sukma. Dan anda tidak perlu khawatir karena makhluk halus tersebut bertanggung jawab atas perintah sang guru, dan biasanya makhluk halus tersebut menjelma mirip dengan guru anda ketika bertemu di alam gaib sehingga anda akan mengira bahwa dia adalah guru anda. Kedua, ragasukma tingkat tinggi Ragasukma tingkat tinggi ini adalah proses melepas sukma keluar dari tubuh untuk menemui kembaran diri, yaitu menemui saudara empat kelima pancer atau kakang kawah adi ari-ari. Target pertama adalah menemui kakang kawah yang berada di langit paling atas. Kakang kawah ini adalah yang paling sakti diantara saudara lainnya yang juga sakti semua. Ragasukma tingkat tinggi ini tidak bisa diperjual-belikan, melainkan harus anda pelajari sendiri secara alami. Ragasukma tingkat tinggi ini tidak membutuhkan makhluk lain sama sekali, karena anda benar-benar berangkat ke alam gaib sendirian dengan dipandu oleh guru sejati, yaitu kembaran diri anda sendiri yang akan membawa sukma anda. Dalam bahasa Jawa, kakang kawah ini disebut roh suci, dan raga halus kita (pancer) disebut sukma sejati. Jika kita telah berhasil menemui kakang kawah maka kita akan bisa menemui saudara yang lainnya, yaitu adi ari-ari yang berada di langit bawahnya. Dalam wujud fisik, adi ari-ari adalah batur yang keluar setelah lahirnya si jabang bayi. Dan kakang kawah adalah air ketuban yang keluar duluan dan kemudian disusul oleh si jabang bayi. Mereka pasti akan keluar dalam waktu bersamaan ketika kita lahir, hanya saja urutannya berbeda. Kakang kawah keluar duluan sehingga disebut kakak, kemudian disusul si jabang bayi yang disebut pancer dan terakhir keluar adalah adi ari-ari yang berperan sebagai adik. Mereka semuanya adalah makhluk hidup dan memiliki roh. Roh inilah yang sekarang kita cari. Mereka semuanya bersatu di dalam batin manusia, merekalah yang membawakan sifat dan perilaku kita dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu juga ada makhluk dari luar kita yang langsung menempel ke si jabang bayi saat sedang dilahirkan, mereka disebut kori. Tapi hal ini tidak perlu dibahas karena terlalu panjang. Menurut beberapa orang guru besar ilmu Jawa, makhluk gaib penunggu tubuh manusia jumlahnya ada dua belas. Jika kita bisa menemui mereka kesemuanya maka akan bisa memperoleh sabda pandita ratu, yaitu segala ucapannya akan terkabul atas ijin yang maha kuasa yakni Tuhan Yang Maha Esa. Semuanya itu akan bisa ditemui dengan mudah jika kita telah berhasil menemui kakang kawah di langit tertinggi, namun hal ini memerlukan proses dan memakan waktu yang tidak sebentar. Sekarang kita bahas cara bersemedi untuk menemui kakang kawah. Cara bersemedi menemui kembaran diri Catatan; -Ini adalah cara menurut ajaran ilmu Jawa murni yang saya ketahui saja dari penjelasan beberapa paranormal asli Jawa, jadi jika anda menemukan adanya pertentangan dalam faham anda, sebaiknya ini jadikan sebagai bahan wacana saja atau sekedar tahu saja. -Cara ini adalah dari Banyuwangi (spiritualis alas Purwo), beberapa spiritualis ilmu Jawa Cara bersemedi; 1. Mandi keramas dulu, kemudian tengah malam silakan bertapa dengan duduk bersila di dalam kamar yang agak gelap (lampunya matikan) dan menghadap ke arah timur. 2. Usahakan badan rileks dan jangan bergerak sedikitpun. Baca niat dalam hati sekali saja, yaitu ingin mengetahui jatidiri, SIAPA SEBENARNYA SAYA INI. Kemudian serahkan diri anda segalanya kepada yang maha kuasa (Allah SWT). 3. Pusatkan segenap rasa dan pikiran kedalam tengah-tengah hati (batin). Baca dalam hati "La Illaha Ilalloh" secara terus menerus dengan merasakan aliran darah dan nafas, namun tetap fokuskan segalanya di dalam hati (batin). Arahkan segenap perhatian anda kepada detak jantung. 4. Lakukan hal ini setiap tengah malam secara kontinyu (tanpa berhenti), namun anda jangan terlalu berambisi agar tidak terganggu oleh hawa nafsu ingin cepat bisa. Tanda-tanda; -Hal ini tidak perlu dijelaskan secara rinci karena bisa menyebabkan anda tidak berhasil jika sudah tahu ceritanya duluan. Namun ada sedikit yang perlu diketahui, yaitu anda akan menembus alam gaib paling terakhir. Anda akan melesat menembus sinar membelalakkan melintasi segala macam alam makhluk halus dan alam rahasia lainnya dan jangan berhenti sampai hingga akhirnya mentok di alam yang paling terakhir. -Di langit terakhir tersebut anda akan hilang dan akan tampak siapakah diri anda sesungguhnya. Disitu anda akan menemukan kedamaian yang sesungguhnya. Kalau sudah mencapai tahap ini maka seseorang akan sadar bahwa sesungguhnya manusia sama sekali tidak bisa berbuat apa-apa, kecuali semuanya hanya tunduk kepada Maha Kuasa. Tahap selanjutnya; Jika telah berhasil menemui kakang kawah maka anda bisa menemui adi ari-ari yang berada di langit bawahnya. Adi ari-ari ini bertugas menjaga raga anda agar tidak dimasuki oleh makhluk lain ketika anda sedang pergi keluar dari tubuh. Mereka berempat menghadap ke arah anda dengan wajah menunduk. Tentang kesaktiannya anda tidak perlu khawatir karena tidak ada makhluk lain yang mampu menandingi kesaktian mereka. Dalam bahasa Jawa mereka juga disebut "malaikat papat", yaitu nini among kaki among yang bertugas momong si jabang bayi sejak lahir hingga akhir hayat. Dalam kehidupan nyata, mereka akan menjaga keselamatan anda dari segala mara bahaya dan mereka juga tunduk kepada perintah anda jika anda pernah menemuinya secara wujud. Anda bisa berdialog dengan mereka sewaktu-waktu, baik berdialog dalam hati maupun berdialog dalam wujud nyata sehingga anda tidak akan bisa dibohongi atau dicelakai oleh orang lain. Dalam bahasa Jawa tingkatan ini disebut "gawok" atau kenal, artinya anda telah benar-benar kenal dengan saudara sejati anda yang akan mengantarkan anda menghadap yang maha kuasa kelak. Ini berarti anda telah mengenal jati diri, siapa diri anda sesungguhnya. Orang yang telah mencapai tingkat ini akan merasa dekat dengan Tuhannya sehingga akan selalu rendah hati dan tidak sombong karena segalanya adalah milik Tuhan, termasuk jiwa raganya berada dalam kekuasaanNya. Dampak dari ilmu ini; -Orang yang mencapai tahap ini bisa berkeliling ke alam gaib sesukanya, bahkan banyak makhluk halus yang datang ingin mengabdi. Selain itu bisa memerintahkan ribuan makhluk halus untuk menjalankan tugas tertentu serta bisa mengambil sinar-sinar kekuatan alam atau makhluk halus sakti untuk diisikan kepada murid-muridnya. Bahkan bisa menangkap petir yang menyambar, seperti dalam cerita sejarah Ki Ageng Selo yang memiliki ilmu islam kejawen yang juga dimiliki oleh Sunan Kalijaga, dan banyak lagi wali lainnya yang menguasai ilmu islam kejawen. Kisah lain, Bung Karno bisa menjelma menjadi 25 orang ketika terjadi insiden penembakan atas dirinya dalam peristiwa Cikini tahun 1965. Selain itu Bung Karno juga bisa menguasai puluhan bahasa di dunia tanpa belajar. Menurut para paranormal Jawa, Bung Karno menguasai ilmu sejati, yaitu pengenalan jatidiri dengan menemui saudara empat kelima pancer. -Semakin tinggi ilmu seseorang maka akan semakin besar godaannya, terutama adalah godaan dari lawan jenis. Ini adalah godaan yang tidak bisa dihindari dan tidak bisa dibantah oleh siapapun, kecuali hanya bisa dihindari dengan cara meningkatkan ibadah melalui agama, yaitu menjalankan perintah serta menjauhi larangan Tuhan Yang Maha Esa. PERINGATAN PENTING; Ilmu Jawa juga dipelajari oleh para wali, termasuk beberapa tokoh walisanga. Namun jika anda ingin mempelajari ilmu apapun di dunia ini, terutama ilmu Jawa tingkat tinggi yang mengarah ke tauhid-an atau menyingkap jatidiri, anda harus meningkatkan ketaatan ibadah anda terhadap Tuhan yang Maha Esa agar anda tidak terjerumus ke jurang kesesatan dan kesyirikan. Oleh karena itu sebaiknya perdalam dulu ilmu agama dengan sebaik mungkin sebelum anda ingin belajar ilmu tambahan lainnya. Karena ilmu agama adalah ilmu yang akan menyelamatkan diri kita dalam kehidupan di dunia maupun di akhirat kelak.

Cara Kilat Belajar Bahasa Asing



Para pengelola kursus bahasa asing kini punya pesaing baru. Namanya lumayan nyleneh, program penguasaan bahasa asing lewat ilmu laduni. Penyelenggaranya bukan akademi bahasa, tapi pesantren. Metodenya: baca wirid lalu cas-cis-cus. Buka kamus, urusan belakangan.

Penemu metode ini bukan sarjana linguistik, tapi seorang kiai yang mengaku tak pernah kuliah di universitas. Namanya Ahmad Sholeh. Para santrinya memanggil Gus Sholeh. “Saya menemukan metode ini setelah tirakat selama setahun,” kata pendiri Pondok Pesantren Nurur Riyadlah, Desa Alas Tengah Timur, Paiton,


Probolinggo, Jawa Timur. “Ini ilmu laduni yang saya peroleh dari Allah,” sambungnya dengan logat Madura. Metode yang ia terapkan terbilang unik dan kontroversial, sebagian kalangan menganggapnya klenik dan irasional. Tapi ia menyanggah. Katanya, semua tahap ada penjelasannya.

Pada tahap awal, peserta harus merapalkan wirid tertentu. Wirid ini berbeda dengan doa-doa yang diajarkan di kitab kuning. Bahasanya pun bukan bahasa Arab meskipun terdengar mirip. Menurut sang inovator, wirid ini berbahasa kalam suryani. “Itu bahasa para malaikat. Hanya orang-orang tertentu yang paham,” tuturnya.

Wiridnya pendek dan sederhana: fuuh amaa nurullah yaa hamlan amuun nuun, nuun, nuun. Sambil merapalkannya, murid juga berdoa dalam bahasa Indonesia: Ya Allah, hamba mohon datangnya bahasa asing dengan sempurna. Wirid ini tertulis dalam aksara Arab dan latin di selembar kertas yang dibagikan kepada setiap murid.

Si murid harus melafalkan doa ini selama dua jam. Ia boleh membacanya sambil jalan-jalan. Setelah itu ia harus minum air mineral yang telah disuwuk (didoai) oleh Gus Sholeh. Ritual ini ia sebut sebagai tahap pembukaan bahasa. Setelah minum air itu, si murid akan serta-merta bisa nyerocos dalam banyak bahasa asing. Saat Intisari berkunjung, delapan orang murid sedang menjalani prosesi ini di salah satu ruangan pesantren. Suasana pembukaan riuh rendah. Dari luar terdengar seperti suara gaduh anak-anak TK.

Tiga orang ustadz, Rabat, Aang, dan Nanang bertindak sebagai pembimbing. Mereka memancing murid agar bicara dalam bahasa asing. Mula-mula Inggris, lalu Cina, Italia, India, dan Jepang. Lucu, seru, aneh, dan mengherankan. Kadang mereka bicara dengan diselingi menyanyi dan tertawa terbahak-bahak. Baju mereka tampak basah oleh peluh akibat udara gerah di dalam ruangan.

Meski nyerocos seperti meracau, mereka dalam keadaan sadar. Ketika ustadz memberikan instruksi pindah bahasa, mereka mengangguk-angguk, mengiyakan. Agus, salah satu murid yang telah menyelesaikan tahap pertama bercerita, “Waktu ngomong itu, saya enggak tahu artinya. Pokoknya, ya ngomong aja!”

Lalu ia memperagakan kembali ucapannya saat meracau dalam bahasa Inggris. Yang diucapkan adalah kata-kata Inggris, tapi tidak tersusun dalam kalimat yang punya makna tertentu. “Saya tadi enggak pakai grammar (tatabahasa) ‘kan?” tambah lulusan Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (IISIP) Jakarta ini.

Tetap perlu belajar
Menurut Gus Sholeh, kemampuan berbahasa adalah fitrah yang dimiliki semua orang. Setiap manusia dibekali suratan ini sejak lahir, seperti halnya rezeki, umur, dan jodoh. “Kalau sampeyan lahir di Belanda, ngomongnya juga pasti bahasa Belanda. Tugas saya hanya membuka fitrah itu. Sifatnya cuma melenturkan lidah dan tenggorokan,” tandasnya. Karena hanya “membuka”, Sholeh mengaku bukan bidangnya untuk menjelaskan perbedaan simple past tense dan present perfect tense. “Kalau urusan beginian ‘kan sudah ada di buku,” elaknya.

Ia menjamin, “Semua orang Insya Allah bisa dibuka di tahap ini.” Pemeluk agama apa pun tak masalah. “Fitrah itu ‘kan tidak berkaitan dengan agama tertentu,” sambungnya. Meski semua orang bisa dibuka, tingkat kefasihan nyerocos bisa saja berbeda antarmurid. Saat proses pembukaan, seorang ibu tampak malu-malu dan tak banyak bicara meski dipancing berulang-ulang oleh Aang. Di tahap ini, diam bukan emas, tapi kesalahan besar. “Waktu proses pembukaan, jangan diam aja. Tak usah malu. Pokoknya ngomong aja,” kata Aang.

Setelah melewati tahap pembukaan, murid masuk tahap kedua, pemisahan bahasa. Jika tahap pertama harus dilakukan di pesantren, tahap kedua ini bisa dilakukan di rumah.
Prosesnya berlangsung selama tiga hari. Selama itu, murid harus membaca wirid tahap dua yang lebih pendek: hundimuu hundifar. Wirid ini tak harus dibaca terus-menerus. Murid diperbolehkan menjalankan aktivitasnya sehari-hari. “Saya biasanya membaca wirid ini di rumah, di depan kaca,” kata Agus. Sambil melafalkan wirid, murid harus melatih lidah dan tenggorokannya untuk terus meracau dalam bahasa yang ia tuju. Jika ia ingin lancar berbahasa Cina, ia harus banyak meracau dalam bahasa Cina.

Setelah melewati tahap pemisahan, murid masuk ke tahap penguasaan arti. Di tahap ini, murid harus banyak-banyak membaca wirid Yaa huu’ binuuri dzaati wa shifati yaa hamlan wajhi fil wujuudi yaa ruuhannuur, ya nuuror ruuh, ruuh, ruuh. Prosesnya berlangsung selama dua bulan.

Seperti pada tahap dua, pada tahap ini pun murid bisa melakukannya di rumah. Boleh sambil kuliah atau bekerja. Yang membedakan, pada tahap ini murid juga harus belajar dengan cara konvensional, seperti yang kita lakukan jika kursus bahasa asing.

Jika ia ingin memperdalam bahasa Inggris, ia bisa mendengarkan siaran BBC, membaca buku, dan membuka kamus! Jika ingin belajar bahasa Korea, murid bisa mendengarkan drama Winter Sonata yang belum disulih suara. Ini merupakan tahap terakhir program bahasa ala ilmu laduni. Sholeh menjamin, setelah dibuka, penguasaan bahasa asing menjadi lebih mudah.

Banyak salah paham
Sebagian kalangan menganggap cara ini menggunakan bantuan jin. “Ini mah perdukunan modern! Pembodohan masyarakat!” komentar pihak yang kontra. Menanggapi komentar kecut itu, Sholeh menyangkal dengan kalem, “Ilmu laduni itu di luar kemampuan akal. Akal manusia ‘kan memang terbatas.”
Saya ikut program ini karena menurut saya, penjelasan Kiai Sholeh masuk akal,” kata Agus yang berangkat ke pesantren ini bersama dua kawannya sesama sarjana hubungan internasional.Awalnya Sholeh hanya mempraktikkan ilmu ini untuk orang-orang sekitar pesantren yang hendak berangkat sebagai TKI di luar negeri. Tapi kemampuannya ini segera kesohor setelah sebuah majalah memuat beritanya.

Meski demikian, ia merasa disudutkan karena majalah itu menyebut dengan judul yang menurutnya cukup horor: Mahir Bahasa Asing dengan Ilmu Ghaib. Zainullah, ketua pelaksana pesantren yang juga adik Sholeh menegaskan, “Program ini tidak memakai bantuan jin, tapi dengan asma Allah.”
Pesertanya banyak dari kalangan terdidik. Sebagian besar lulusan S1. Bahkan, menurut pengakuan Sholeh, ada juga yang lulusan S2. Ia mengaku tak ingat lagi jumlah orang yang pernah ia buka. “Pokoknya banyaklah!” ucapnya ringan.

Sebagai mahar (sumbangan pengganti biaya), pihak pesantren mengutip Rp 350.000,- per orang. Belakangan, nama Ahmad Sholeh dicatut oleh orang tak dikenal yang ingin mencari keuntungan. Dengan mengatasnamakan pesantren Nurur Riyadlah, ia membuka situs di internet. Situs itu menawarkan program jarak jauh untuk penguasaan bahasa. Sebagai mahar, peserta hanya perlu mengirim sejumlah uang ke nomor rekeningnya.

Tak sedikit yang tertipu. “Banyak yang ke sini mencak-mencak. Mereka sudah membayar lalu datang ke pesantren. Kami ‘kan enggak tahu-menahu. Waktu kami lacak penipu itu, alamatnya sudah pindah,” cerita Aang.Pesantren ini menjadi semakin kondang setelah tampil di sebuah stasiun teve. Banyak peminat yang datang dari luar provinsi untuk menjajalnya. Umumnya mereka minta bisa lancar bahasa Inggris. Bahasa Mandarin menempati urutan kedua.

Hampir tiap hari ada tamu yang datang. “Paling ramai pas hari libur,” kata Rabat yang pernah menjadi pemandu turis di Batam dan Singapura setelah dibuka Sholeh. Meski begitu, ia jujur mengaku bahasa asing yang dikuasai hanya bahasa Inggris. Bahasa lainnya? Ini yang sering disalah sangkakan.

Saat menjadi instrukur pembukaan bahasa, ia memang bisa ngomong banyak bahasa. Meski begitu, ia tak tahu artinya. Maklum, meskipun punya program bahasa asing, pesantren ini tak menyediakan kamus bahasa Italia maupun buku ajar bahasa Putonghua. Sehari-hari, para santri bercakap-cakap dengan bahasa Jawa, Madura, atau Indonesia. Tak ada ucapan thank you, arigato gozaimasu, xie xie, ataupun merci.
“Di sini, kami hanya membuka.

Penguasaan selanjutnya kami serahkan pada orang yang bersangkutan,” kata Anang. Program bahasa asing pun sebetulnya bukan bidang utama pesantren ini. “Orang-orang sudah kadung mengenal pesantren ini sebagai pesantren bahasa asing. Padahal ini pesantren salaf biasa. Ngajinya juga kitab kuning seperti pesantren-pesantren lain,” lanjutnya. “Kami orang-orang kampung. Kemampuan berbahasa asing bukan sesuatu yang begitu penting,” sambung santri sekaligus ustadz yang murah senyum ini.

Menurut Rabat, banyak orang salah paham tentang program ini. Mereka menyangka, setelah ikut program ini mereka akan langsung bisa berbahasa asing tanpa proses belajar dulu. “Hidup itu ‘kan perjuangan dan pengorbanan,” selorohnya sambil menirukan lagu Pengorbanan milik Bang Haji Oma Irama.Gambar Osamah bin Laden di kaos Rabat seolah ikut tersenyum.

Rekaman Bawah Sadar
Di luar urusan kontroversi, dr. Tb. Erwin Kusuma, Sp.KJ (K), psikiater Klinik Prorevital, Jakarta, mencoba memberi penjelasan fenomena ini. Manusia adalah mahluk rohani yang punya jasmani halus dan jasmani kasar. Jika dianalogikan dengan komputer, jasmani halus mewakili isi disket, sementara jasmani kasar adalah print out dari isi disket.

Hasil cetak sepenuhnya tergantung dari isi disket. Isi disket bisa berasal dari dalam diri kita sendiri maupun dari luar. Pada para nabi dan wali, isi disket berasal langsung dari Tuhan. Ketika nabi menerima wahyu, ia dalam keadaan hulul, unio mystica, yoga, manunggal.

Ketika seseorang membaca wirid, ia bergeser dari keadaan konsentrasi (gelombang beta, > 12 Hz) menjadi relaksasi (gelombang alfa, 8 – 12 Hz). Dalam keadaan relaksasi, ia dapat menggunakan extra sensory perception (indra keenam). Dalam keadaan ini pula, disket-nya bisa menerima file dari rekaman bawah-sadar kolektif yang ada di masyarakat, misalnya kemampuan berbahasa. 

Syarat dan Ketentuan Belajar Ilmu Laduni

Modal Keyakinan Awal
Pertama yang kita butuhkan adalah suatu keyakinan dalam hati kalau metode ini merupakan salah satu proses agar lebih mudah dalam belajar menguasai bahasa asing, karena kita semua juga tahu kalau keyakinan adalah modal utama dalam menjalani sesuatu.

Setelah anda mempunyai modal keyakinan tersebut anda akan melalui beberapa proses yang akan dibantu oleh KH. Khusnadi Sholeh atau yang akrab dengan nama Gus Sholeh, selamnjutnya calon peserta akan ditanya terlebih dahulu metode laduni seperti apa yang diinginkan, karena laduni sendiri mempunyai beberapa teknik yang berbeda dalam proses dan juga mahar atau biayanya,

Berikut ini adalah beberapa mahar dan proses yang membedakannya :

Sukarela
Mahar ini bisa anda pilih jika hati dan kemauan anda sangat keras untuk bisa menguasai bahasa asing dengan tidak terlalu banyak biaya yang dikeluarkan nantinya, tetapi disamping itu peserta diharuskan berpuasa terlebih dahulu selama 41 hari lalu proses selanjutnya akan dibantu oleh Gus Sholeh sendiri, untuk proses ini anda tidak akan melalui proses dimandikan, jika peserta menggunakan mahar ini proses penguasaan bahasa asing membutuhkan waktu sekitar 3-4 bulan.

Laduni Satu
Mahar ini dibayarkan oleh peserta sebesar Rp.650.000,- dalam paket ini peserta akan dibukakan aura mata batin agar lebih mudah untuk memahami bahasa asing, tahap selanjutnya peserta akan dituntun agar lidahnya terbiasa menggunakan suatu bahasa asing yang diinginkannya dengan diiringi doa doa tertentu. Pada ahir proses ini anda akan merasakan perbedaan karena peserta akan merasa mual dan ingin muntah hanya dengan mencoba berbicara menggunakan bahasa yang diinginkannya. Meskipun demikian jangan khawatir, karena rasa ingin muntah hanya sekali saja dirasakan. Untuk tahapan ini perserta tidak dimandikan dan bisa menguasai bahasa yang diinginkannya dalam waktu kurang lebih 2-3 bulan.

Laduni Dua
Mahar paket ini dibayarkan oleh peserta sebesar Rp.950.000,- perbedaannya adalah dalam proses dan waktu penguasaannya, jika peserta menggunakan mahar ini proses yang dilakukan untuk paket laduni satu tidak akan digunakan, tetapi lebih terasa ringan atau bahkan tidak terasa prosesnya oleh peserta, setelah dibuka mata batin peserta akan dimandikan oleh Gus Sholeh dengan diiringi doa agar doa penutup laduni tidak digunakan, hasilnya juga akan memudahkan peserta dalam proses belajar nantinya, untuk mahar Laduni Dua peserta bisa menguasai bahasa asing dalam waktu kurang lebih 1 bulan.

Laduni Tiga
Mahar Ilmu Laduni Ini adalah pilihan mahar terahir yang bisa digunakan, mahar ini dibayarkan oleh peserta sebesar Rp.1.500.000,- untuk prosesnya penguasaan bahasa yang diinginkan tentunya akan lebih cepat jika dibandingkan dengan mahar lainnya, bahkan pada testimoni di Jatipedia.com seorang peserta menguasai bahasa yang diinginkannya dalam waktu kurang dari satu bulan, bahkan dimungkinkan peserta akan mengusai bahasa yang diinginkannya tersebut dalam waktu 2 minggu.

Ilmu ini berlaku dipelajari untuk non muslim meskipun ilmu laduni ini sendiri berasal dari agama Islam sehingga  peserta juga diharuskan membaca doa doa tertentu yang diberikan Gus Sholeh. Pada tahapan selanjutnya setelah proses peserta akan memperoleh satu botol madu, minyak, CD bahasa yang sudah diberi doa doa khusus dari Gus Sholeh untuk memudahkan peserta dalam memahami bahasa asing tersebut.

Kalau boleh saya membicarakan tentang hasilnya lumayan mantab juga, karena kebetulan hasil kursus bahasa inggris selama 2 bulan yang sudah saya lupakan karena tidak dipakai selama 6 tahun tiba tiba keluar dan saya dapat mengingatnya dengan baik sewaktu perjalanan pulang dari pondok pesantren tersebut, dan sampai sekarang prosesnya masih berjalan, cuman sisanya dilakukan dirumah, dan hasilnya pun memang terasa lebih mudah dalam mempelajari bahasa asing.

Yang mungkin anda perlu tahu dengan ilmu laduni tidaklah membuat seseorang bisa berbicara bahasa asing dengan instant, semua butuh proses, hanya saja prosesnya akan cepat atau lambat, tetapi menurut saya laduni layak dicoba jika anda membutuhkan bantuan untuk memudahkan menguasai bahasa asing. Pada pondok pesantren tersebut tidak hanya bisa belajar bahasa asing dengan menggunakan metode Laduni, tetapi bisa transfer penyakit ke kambing, untuk info selengkapnya anda bisa tanyakan langsung pada Ustad Bahrul.



Kebatinan dan Spiritual

Pra-kata,  Filosofi Kebatinan dan Spiritual.


Dalam penulisan-penulisan bertema kebatinan dan spiritual Penulis ingin menekankan bahwa pengertian keilmuan kebatinan dan spiritual disini bersifat luas, bukan hanya kebatinan dan spiritual kegaiban, kejawen, atau ilmu-ilmu duniawi lainnya, tetapi juga kebatinan dan spiritualitas keagamaan yang dianut oleh masing-masing orang, walaupun pada kenyataannya semuanya tergantung pada manusia yang bersangkutan apakah kemampuan yang berasal dari kebatinan dan spiritualitas keagamaan itu akan murni digunakan untuk urusan keagamaan ataukah akan juga digunakan untuk tujuan keilmuan.

Sebenarnya pengertian kebatinan, spiritual, kegaiban dan keagamaan sudah dipahami sejak manusia masih muda (bahkan ketika masih anak-anak). Lingkungan kehidupan dan alam sekitarnya membantu manusia untuk lebih peka terhadap adanya hal-hal yang sebenarnya ada tetapi tidak terlihat mata, bahwa ada dimensi lain yang bersifat gaib dalam kehidupan ini. Saat masih anak-anak dan muda, suara hati dan nurani masih bersih dan menuntun kepada perilaku yang baik, walaupun juga kenyataannya, watak dan perbuatan jahat juga sudah ada, yang mempengaruhi seseorang menjadi senang menonjolkan diri, mementingkan dirinya sendiri dan berbuat untuk kesenangan dan keuntungannya sendiri.
Ketika masih muda atau anak-anak, biasanya pembelajarannya adalah pengertian kebatinan dan spiritual yang bersifat keagamaan dan budi pekerti, atau belajar ilmu beladiri / kanuragan, seperti pencak silat, karate, dsb, yang dalam pelajarannya juga ditanamkan pengertian-pengertian budi pekerti, keksatriaan dan hal-hal yang mengarah pada kebatinan dan spiritualitas umum.
Di dalam perguruan-perguruan tertentu, selain diajari ilmu kanuragan, ada yang juga diajari ilmu kebatinan, terutama adalah ilmu gaib, sebagai rangkapan ilmu kanuragan, supaya hasilnya lebih dahsyat, berupa amalan-amalan atau aji-aji untuk kekuatan dan keselamatan, untuk memayungi diri dari serangan fisik dan non-fisik, sehingga mereka yang mempraktekkan ilmu beladiri kanuragan menjadi kuat dan bahkan sakti, karena selain memiliki kemampuan beladiri, tubuhnya juga kuat, memiliki pukulan yang mematikan, kuat menahan pukulan, mampu mematahkan kayu, besi, dsb, atau bahkan tubuhnya menjadi kebal, tidak mempan senjata tajam, dsb.
Kanuragan biasanya diminati oleh golongan muda. Setelah melihat dan mengalami sendiri hasilnya yang menakjubkan bila dirangkap dengan ilmu kebatinan atau ilmu gaib, mereka menjadi lebih percaya kepada hal-hal yang bersifat supranatural.
Semakin dewasa umur seseorang dan kepribadiannya, akan menjadi lebih sabar dan bijaksana, lebih mampu mengendalikan diri, dan secara alami akan lebih memilih penggunaan amalan-amalan keselamatan yang berguna tidak hanya untuk dirinya sendiri, tetapi juga untuk keluarga dan orang lain, daripada aji-aji kanuragan yang hanya berguna untuk dirinya sendiri.
Orang yang masih senang menggeluti kenikmatan yang melulu bersifat keduniawian, seperti masih senang dengan kekuatan, harta kekayaan dan status sosial, tentu tidak atau belum tertarik pada olah batin dan spiritual, terutama yang bersifat kesepuhan. Bila mereka menggeluti hal-hal kebatinan, yang ditekuninya hanyalah ilmu-ilmu tertentu saja yang berguna untuk duniawinya. Arahnya adalah kepada ilmu gaib, atau menggunakan jasa paranormal atau orang pinter  untuk mendapatkan suatu ilmu atau kegaiban tertentu, atau melakukan tirakat dan berziarah untuk mendapatkan berkah duniawi sesuai keperluannya masing-masing, bukan olah kebatinan / kesepuhan.

Orang-orang yang mempelajari kebatinan dan spiritual yang bersifat kesepuhan biasanya adalah orang-orang yang telah matang dalam usia dan kepribadian. Seseorang biasanya akan mulai menekuni spiritualitas yang bersifat kesepuhan bila usia dan kehidupannya sudah mapan, sudah menerima kondisi kehidupan, sudah merasa cukup, tidak lagi melulu mengejar kehormatan dan kebendaan. Pada tahapan ini manusia telah memiliki kesadaran bahwa selain kehidupan duniawi yang harus baik dan benar, juga ada kehidupan spiritual yang harus dipahami dan dijalani. Apalagi setelah menyadari bahwa hidup di dunia ini relatif tidak lama, maka orang tersebut akan berusaha bersikap bijak dan mulai menapaki kehidupan
kebatinan-spiritual / keagamaan sebagai sarana kesempurnaan hidup di dunia.
Seseorang yang masih berusia muda, biasanya masih dipenuhi hasrat keduniawian yang tinggi, ego dan ke-Aku-an yang tinggi, sehingga bila mempelajari suatu ilmu atau pun keagamaan, biasanya hanya berfokus pada ajaran-ajaran, dogma dan doktrin, hasil yang ingin diraih, dan menonjolkan ke-Aku-annya. Dan segala apa yang telah dicapainya akan cenderung untuk dipamerkan supaya dipandang hebat oleh orang lain dan cenderung untuk memaksakan kebenarannya sendiri kepada orang lain. Terjadi demikian karena orang tersebut belum memiliki kebijaksanaan kesepuhan dalam dirinya.

Cerita tentang kegaiban, kebatinan dan spiritual dipenuhi dengan mitos dan tahayul. Sulit untuk mencari kebenaran yang sejati, kecuali bagi mereka yang mempunyai kemampuan untuk menyingkap misterinya. Cara mempelajari dan memahami dunia supranatural pun berbeda dengan mempelajari ilmu pasti, tidak berdasarkan kekuatan otak dan logika, namun menggunakan kepekaan rasa dan batin, dengan laku prihatin, doa-doa dan amalan, ditambah bumbu-bumbu cerita mitos dan tahayul, menjadikan dunia supranatural seringkali dikonotasikan sebagai mistik dan klenik.
Karena itulah dalam kehidupan modern ini banyak orang yang memaksakan sikap berpikirnya untuk tidak percaya dengan hal-hal yang bersifat mistis. Mereka tidak percaya karena itu adalah kuno, kehidupan masa lampau, dan  tidak masuk akal.

Tetapi banyak juga orang berpandangan lain, karena hal-hal atau kejadian-kejadian gaib pun masih terjadi hingga hari ini. Semua pandangan di atas hanya berlaku bagi mereka yang tidak mengerti dan tidak menguasai masalah kegaiban, kegaiban hidup dan kegaiban alam. Pandangan di atas tidak berlaku untuk mereka yang mau mengerti dan mampu menyingkap rahasia kegaibannya. Sekalipun hal-hal gaib itu tidak tampak mata biasa, tetapi bisa dipelajari dan bisa ditemukan kebenarannya, dengan cara atau metode tertentu, asalkan tahu caranya, dan keilmuan gaib juga bisa dipelajari, dikembangkan dan bisa dipertunjukkan. Jadi hal-hal mistis dan gaib itu bukannya tidak masuk akal, tetapi akalnya yang tidak sampai.

Dunia supranatural berbeda dengan mitos dan tahayul dan juga tidak sama dengan permainan sulap dan sihir. Dunia supranatural berkenaan dengan kegaiban yang benar-benar ada, tetapi tidak tampak mata biasa, hanya bisa dirasakan dengan rasa dan batin. Karena itu cara-cara mempelajari dan memahaminya pun berbeda dengan cara mempelajari ilmu pasti, yaitu tidak dengan mengedepankan kekuatan otak dan logika, namun mengedepankan rasa dan batin. Setelah mampu menginderai dengan rasa dan batin, barulah dinalar dengan otak dan logika, sehingga dunia keilmuan gaib pun bisa dipelajari oleh banyak orang, bisa dikembangkan dan dipertunjukkan.
Mengerti tentang kegaiban yang dialami manusia saja tidak mampu, bagaimana dapat mengerti dan mengenal Tuhan, yang sejatinya adalah sumber segala kegaiban. Itulah keterbatasan pikiran dan akal budi manusia. Karena itulah Allah membekali manusia dengan roh, supaya dengan rohnya manusia dapat mengerti hal-hal yang bersifat roh, kegaiban hidup dan kegaiban alam, dan dapat mengenal Allah dan jalan yang benar menuju Tuhan, supaya manusia tidak hanya berkeras diri membela ajaran-ajaran dan dogma-doktrin yang membelenggu akal sehat, yang manusianya sendiri tidak mengetahui kebenarannya (bisanya hanya percaya saja), dan juga supaya manusia memiliki hikmat kebijaksanaan dalam dirinya tentang Allah dan kebenaranNya.

Maka dengan adanya penulisan-penulisan ini diharapkan bisa memperkaya pemahaman kita tentang dunia kegaiban, kebatinan dan spiritual, bisa menjadi bahan untuk menyingkap misterinya secara logis dan bisa mengambil manfaatnya dalam kebijaksanaan bersikap.


Keilmuan Supranatural / Metafisika yang dipelajari dan dikembangkan manusia umumnya adalah dalam bentuk Ilmu Kanuragan dan Tenaga Dalam, Kebatinan, Spiritual, Ilmu Gaib dan Ilmu Khodam. Ilmu-ilmu itu berdiri sendiri-sendiri dan memiliki kekuatannya sendiri-sendiri, tetapi bisa juga merupakan satu rangkaian kesatuan ilmu. Walaupun sebenarnya masing-masing adalah berbeda dan masing-masing memiliki kekuatannya sendiri-sendiri, tetapi masing-masing juga memiliki kesamaan, yaitu berhubungan dengan kegaiban. Bahkan ilmu-ilmu tersebut di atas dapat dirangkaikan menjadi satu kesatuan ilmu, ilmu yang satu dirangkap dengan ilmu lainnya, sehingga hasilnya akan berlipat ganda dibandingkan bila hanya sendiri-sendiri.
Untuk menjelaskan berbagai ilmu tersebut di atas, yang semuanya juga berhubungan dengan kegaiban, Penulis mengambil pendekatan dari cara seseorang menekuni ilmu tersebut. Biasanya jika seseorang mempelajari ilmu tenaga dalam, kebatinan dan spiritual melalui suatu perguruan, tahapan yang dilalui adalah sebagai berikut :
  1.  Olah Raga dan Olah Fisik Kanuragan
  2.  Olah Nafas dan Tenaga Dalam
  3.  Olah Rasa
  4.  Olah Batin,
  5.  Ilmu Gaib dan Ilmu Khodam
  6.  Olah Sukma
  7.  Olah Spiritual
  8.  Olah Roh - Manunggaling Kawula Lan Gusti


Tahapan-tahapan di atas tidak berarti harus dilalui seseorang untuk sampai pada tahapan berikutnya, karena ada yang hanya menekuni tahapan tertentu saja, sedangkan tahapan lainnya tidak ditekuninya. Dan juga tidak berarti bahwa seseorang yang menekuni sesuatu ilmu, maka pasti dia sudah menguasai tahapan ilmu sebelumnya. Misalnya ada yang menekuni olah raga atau oleh fisik saja, tetapi tidak mempelajari olah nafas dan tenaga dalam. Begitu juga yang mempelajari olah batin, mungkin itu saja yang dipelajari, tidak mempelajari tahapan-tahapan sebelumnya. Itu semua tergantung pada interest masing-masing orang dan program ilmu yang ditekuninya.
Di dalam semua jenis keilmuan, ada satu hal mendasar yang seringkali pengertiannya dikesampingkan orang, yaitu adanya unsur kebatinan. Unsur kebatinan hadir pada semua aspek kehidupan manusia, termasuk di dalam aktivitas manusia dalam mempelajari dan menekuni berbagai jenis keilmuan. Unsur kebatinan itu adalah apa yang biasa disebut sebagai penjiwaan atau penghayatan, yang sangat erat hubungannya dengan rasa dan sugesti.Di dalam aktivitas manusia berolah raga, kanuragan, mengolah tenaga dalam, maupun ilmu gaib dan ilmu khodam, atau olah spiritual, selalu terkandung di dalamnya unsur kebatinan berupa penjiwaan dan penghayatan pada masing-masing hal yang dijalani, yang seringkali kualitas penjiwaan dan penghayatan ini akan sangat membedakan hasil / prestasi yang diperoleh seseorang dibandingkan orang lain yang sama-sama melakukan aktivitas yang sama.
Secara umum unsur kebatinan hadir pada semua aspek kehidupan manusia, tidak hanya dalam hal keilmuan, tetapi dalam semua aspek kehidupan manusia, termasuk di jaman modern ini, tetapi istilah kebatinan sendiri seringkali secara dangkal dikonotasikan sebagai kegiatan klenik. Namun di luar itu memang ada orang-orang tertentu yang secara khusus mempelajari keilmuan kebatinan, bukan hanya pada aspek yang bersifat umum, tetapi juga secara khusus dan mendalam mengenai keilmuan kebatinan itu sendiri.


----------------

"TAHAPAN-TAHAPAN MENDEKATKAN DIRI KEPADA ALLAH SWT"

 
Hendaklah diketahui bahwa perjalanan seseorang hamba yang ingin menuju kehadlirat Allah SWT ia akan menghadapi beberapa rintangan-rintangan atau penghalang-penghalang.

Didalam kitab Ad-Durrunnafis (Permata Yang Indah) karya Syeikh M. Nafis Bin Idris Al-Banjarie yang diterjemahkan oleh K.H. Haderanie H.N, dijelaskan bahwa : “Hal-hal yang dapat merusakkan perjalanan menuju Allah SWT itu diantaranya :

a.Kasal (Malas), yaitu malas untuk mengerjakan ibadat kepada Allah SWT, padahal sebenarnya anda dapat dan sanggup untuk melakukan ibadat itu.

b.Futur (Bimbang/Lemah pendirian), yaitu tidak memi liki tekad yang kuat karena terpengaruh oleh kehidupan duniawi.

c.Malal (Pembosan), yaitu cepat merasa jemu dan bosan untuk melaksanakan ibadat karena merasa terlalu sering dilakukan padahal tujuan belum juga tercapai.

Timbulnya hal-hal tersebut diatas adalah disebabkan kurang kuatnya rasa keimanan, kurang mantapnya keyakinan, dan banyak terpengaruh oleh hawa nafsunya sendiri.

Selanjutnya hal-hal yang mengakibatkan gagalnya untuk mencapai tujuan, antara lain adanya penyakit “Syirik Khofi” (syirik tersembunyi) atau dengan kata lain timbulnya suatu tanggapan dalam hatinya bahwa segala amal ibadat yang dilakukannya adalah sepenuhnya dari kemampuannya sendiri, tidak dirasakannya dan diyakininya bahwa apa yang dilakukannya itu semua pada hakikatnya dari pada Allah SWT.

Hal-hal yang tergolong dalam syirik khofi antara lain adalah sebagai berikut :

1.Riya’, yaitu menampak-nampak kan ibadah atau amalnya kepada orang lain dengan maksud tertentu yang lain daripada Allah.

2.Sum’ah, yaitu sengaja mencerita-ceritakan tentang amal ibadatnya kepada orang lain bahwa dia beramal dengan ikhlas karena Allah dengan suatu maksud agar orang lain memberikan pujian dan sanjungan kepadanya.

3.‘Ujub (membanggakan diri), yaitu merasa hebat sendiri yang timbul dari dalam hatinya karena banyak amal ibadatnya, tidak dia rasakan bahwa semua itu adalah semata-mata karena karunia dan rahmat Allah.

4.Hajbun (hijab/dinding), yang dimaksud adalah karena terlena dan kagum atas keindahan amalnya, sehingga tertahan pandangan hatinya (syuhudnya) kepada kekaguman itu semata-mata, atau dengan kata lain terpengaruh kepada keindahan amal ibadatnya sendiri, tidak dirasakannya bahwa semua itu adalah karunia dari Allah swt.

Oleh sebab itu agar dapat terlepas dari hal-hal tersebut diatas hal mana dapat membahayakan perjalanan seorang hamba menuju Allah swt, maka tidak ada jalan lain kecuali memantapkan pandangan batin (musyahadah) dengan penuh keyakinan bahwa “ segala apapun yang terjadi pada hakikatnya adalah daripada Allah swt semata ”.

Didalam kitab “Minhajul ‘Abidin” karya Imam Ghazali dijelaskan : ada tujuh rintangan/penghalang yang mesti dilalui seseorang hamba dalam memperoleh yang dicarinya.

Hal pertama yang menggerakkan hamba untuk menempuh jalan ibadah ialah sentuhan samawi dan taufiq, khususnya dari Allah SWT, sebagaimana diisyaratkan oleh Rasulullah SAW : “Apabila cahaya telah masuk kedalam qalbu seseorang, qalbu itu akan terbuka dan menjadi lapang” kemudian beliau ditanya : “Wahai Rasulullah, adakah tanda-tanda untuk mengetahui keterbukaan itu ?” Beliau menjawab : “Menjauhi dunia, negeri yang penuh dengan tipu daya ; kembali ke akhirat, negeri abadi; dan bersiap-siap menghadapi maut sebelum ia tiba “.

Dihembuskan kedalam qalbu seseorang hamba Allah bahwa ia mempunyai Rabb yang memberikan berbagai macam nikmat. Dia berkata : “Rabbi menuntutku untuk bersyukur dan mengabdi kepada-Nya. Jika aku lalai, maka Dia akan mencabut nikmat-Nya dariku. Dia telah mengutus seorang rasul kepadaku dengan membawa berbagai mu’jizat dan memberitahukan bahwa aku mempunyai Rabb Yang Maha Mengetahui lagi Berkuasa. IA akan memberi pahala karena mentaati-Nya dan akan menyiksa karena mendurhakai-Nya”. Rabb telah mengeluarkan perintah dan larangan. Dia (hamba) merasa khawatir terhadap dirinya disisi Rabb. Dia tidak menemukan jalan keluar dari kemelut ini kecuali mencari bukti-bukti yang menunjukkan adanya Maha Pencipta dengan mengetahui ciptaan-Nya. Setelah itu tercapailah keyakinan akan adanya Rabb yang memiliki sifat tersebut.

Inilah rintangan pertama, berupa Ilmu dan Ma’rifat (pengetahuan) yang dijumpainya dipermulaan jalan menuju terbukanya mata hati dengan cara belajar dan bertanya kepada Ulama yang mengerti tentang kehidupan akhirat.

Setelah keyakinan tentang adanya Rabb tercapai, ma’rifat mendorongnya untuk memulai pengabdian. Akan tetapi dia tidak mengetahui bagaimana seharusnya dia beribadah kepada Rabb. Dia mempelajari kewajiban-kewajiban syar’i, baik yang bersifat lahir maupun yang bersifat batin. Ketika ilmu dan ma’rifat telah melengkapi dirinya, maka terdoronglah ia untuk melaksanakan ibadah. Dia menyadari bahwa dirinya adalah seorang yang berdosa sebagaimana halnya kebanyakan orang. Dia berkata : “Bagaimana aku dapat melakukan keta’atan, sedangkan aku selalu bergelimang dalam berbagai maksiat. Aku wajib bertaubat dahulu kepada-Nya agar Dia melepaskan diriku dari cengkraman dosa, dan membersihkan diriku dari segala kekotorannya sehingga aku pantas untuk mengabdi kepada-Nya”. Disini ia berhadapan dengan rintangan kedua yaitu tobat. Setelah menjalani tobat dengan memenuhi segala hak dan persyaratannya, dia kembali memperhatikan jalan. Tiba-tiba dilihatnya beberapa hal yang menghambat jalan untuk beribadah kepada Allah. Ada empat hambatan yang dihadapinya, yaitu : dunia, makhluk, setan dan nafsu. Kini ia menghadapi rintangan ketiga berupa hambatan-hambatan. Dia harus mendobraknya dengan empat perkara pula, yaitu : Melepaskan diri dari dunia, tidak menggantungkan diri kepada makhluk, dan memerangi setan dan hawa nafsunya. Dari empat hambatan tersebut , maka nafsu merupakan penghambat yang paling berat, karena manusia tidak mungkin melepaskan diri darinya atau mengalahkannya seperti mengalahkan setan, lantaran nafsu merupakan kendaraan dan alat. Jika dia menurutinya, maka ia tidak akan mempunyai keinginan untuk melakukan ibadah, karena nafsu merupakan tabiat yang sangat bertentangan dengan kebaikan. Manusia perlu mengendalikan nafsu dengan taqwa, agar selamat dan dapat menggunakannya dalam berbagai kebaikan serta mencegahnya dari segala kejahatan.

Setelah berhasil menerobos rintangan ketiga, kini ia berhadapan dengan rintangan keempat yang membuatnya tidak bergairah (malas) dalam melakukan ibadah kepada Allah swt. Rintangan yang dihadapinya inipun ada empat :

Pertama, rezeki yang dituntut oleh nafsu dan memang merupakan suatu keperluan ;

Kedua, berbagai hal yang ditakuti, diharapkan, diinginkan atau dibencinya, sedangkan dia tidak mengetahui kebaikan dan kerusakannya disitu ;

Ketiga, berbagai bencana dan musibah yang mengepungnya dari segala sudut, apalagi ia telah bertekad untuk tidak bergantung kepada makhluk, memerangi setan dan mengalahkan nafsu.

Keempat, bermacam-macam qadho’ (ketentuan) Allah.

Untuk menerobos keempat penghambat tersebut diapun memerlukan empat perkara, yaitu :

Pertama, bertawakkal kepada Allah dalam masalah rezeki.

Kedua, menyerahkan masalah bahaya kepada-Nya.

Ketiga, bersabar dalam menghadapi berbagai musibah.

Keempat, ridho menerima qadho (ketentuan) dari Allah.

Setelah berhasil menerobos rintangan keempat, tiba-tiba nafsunya menjadi lesu dan malas, tidak bersemangat dan tidak bergairah untuk melakukan kebaikan sebagaimana mestinya. Nafsunya cendrung lalai dan menganggur, bahkan cendrung kepada hal yang sia-sia dan berlebihan. Disini ia membutuhkan penuntun agar ta’at dan dapat merobohkan benteng perbuatan maksiat, yaitu berupa harapan (raja’) dan takut (khauf) ; harapan akan kemuliaan yang telah dijanjikan, dan takut akan berbagai siksaan dan hinaan yang telah diancamkan. Yang dihadapi kali ini rintangan kelima yaitu rintangan pendorong. Untuk menerobosnya dia memerlukan dua perkara tersebut yaitu : harapan (raja’) dan takut (khauf) seperti tersebut diatas.

Setelah berhasil menerobos rintangan kelima, dia tidak melihat satu rintanganpun. Yang dia dapatkan adalah pendorong dan penggerak, sehingga dia melakukan ibadah dengan penuh gairah dan kerinduan. Kemudian dia merenungi ; tiba-tiba tampak olehnya dua bahaya besar menghadangnya, yaitu riya’ dan ‘ujub (takabbur). Kadang-kadang ketaatannya ingin dilihat orang lain, dan kadang-kadang dia ingin membanggakan serta memuliakan dirinya.

Disini dia berhadapan dengan rintangan keenam, berupa penyakit hati. Untuk menerobosnya, dia harus ikhlas dan ingat bahwa semua ini adalah karunia Allah. Setelah berhasil melaluinya dengan perlindungan dan pertolongan Allah Yang Maha Perkasa, maka tercapailah kesempurnaan ibadah sebagai mana yang diharapkan.

Akan tetapi ketika dia merenung kembali, tiba-tiba didapati dirinya tenggelam didalam lautan nikmat Allah berupa taufiq dan perlindungan. Dia takut kalau-kalau lalai bersyukur, sehingga terjerumus kedalam kekufuran dan turun dari martabat yang tinggi. Disinilah dia berhadapan dengan rintangan terakhir (ketujuh) yaitu pujian dan syukur. Dia baru akan berhasil melewati rintangan itu jika dia memperbanyak memuji Allah dan bersyukur atas nikmat dan karunia yang dilimpahkan-Nya.

Setelah berhasil melewatinya, sampailah dia sekarang kepada maksud dan tujuan. Kini dia hidup dalam kondisi yang paling baik dari sisa-sisa umurnya, dirinya didunia dan qalbunya diakhirat. Hari demi hari dia menantikan kedatangan utusan Allah yaitu malaikat yang akan mencabut nyawanya. Maka muncullah kerinduannya kepada malaikat yang ada dilangit. Tiba-tiba dia mendapatkan utusan Rabb semesta alam itu memberikan khabar gembira kepadanya berupa keridhoan Rabb, bukan kemurkaan-Nya. Utusan itu (malaikat pencabut nyawa) memindahkannya dalam keadaan sebagai diri yang baik dan manusia yang sempurna dari dunia yang fana ini ke hadlirat Ilahi dan taman surga, lalu diperlihatkan kepada dirinya yang fakir itu keindahan surga dan kerajaan Yang Agung.

TAHAPAN-TAHAPAN MENDEKATKAN DIRI KEPADA ALLAH SWT (D. MA’ RIFAT)

Sebagaimana telah diterangkan di atas, bahwa Ma’rifat itu merupakan tujuan pokok, yakni mengenal Allah yang sebenar-benarnya dengan keyakinan yang penuh tanpa ada keraguan sedikitpun (haqqul yaqin). Menurut Imam Al-Ghazali : “ Ma’rifat adalah pengetahuan yang tidak menerima keraguan terhadap Zat dan Sifat Allah SWT “. Ma’rifat terhadap Zat Allah adalah mengetahui bahwa sesungguhnya Allah adalah wujud Esa, Tunggal dan sesuatu Yang Maha Agung, Mandiri dengan sendiri-Nya dan tiada satupun yang menyerupai-Nya. Sedangkan ma’rifat Sifat adalah mengetahui dengan sesungguhnya Allah itu Maha Hidup, Maha Mengetahui, Maha Kuasa, Maha Mendengar dan Maha Melihat dengan segala sifat-sifat kesempurnaan-Nya. Dari mengetahui tentang Zat dan Sifat Allah, maka selanjutnya Al-Ghazalipun memberi kesimpulan bahwa : “ Ma’rifat adalah mengetahui akan rahasia-rahasia Allah, dan mengetahui peraturan-peraturan Tuhan tentang segala yang ada “ lebih lanjut ditegaskannya bahwa : “ Ma’rifat itu adalah memandang kepada wajah Allah SWT “.

Ma’rifat itu sendiri tidak dapat dipisahkan dengan Hakekat. Dengan kata lain datangnya ma’rifat adalah karena terbukanya Hakekat.

Taftazany menerangkan dalam kitab “Syarhul Maqasid” : “Apabila seseorang telah mencapai tujuan akhir dalam pekerjaan suluknya (ilallah dan fillah), pasti ia akan tenggelam dalam lautan tauhid dan irfan sehingga zatnya selalu dalam pengawasan zat Tuhan (tauhid zat) dan sifatnya selalu dalam pengawasan sifat Tuhan (tauhid sifat). Ketika itu orang tersebut fana (lenyap dari sifat keinsanan). Ia tidak melihat dalam wujud alam ini kecuali Allah (laa maujud ilallah).”

Dalam hal ini, seperti apa yang dialami oleh Imam Al-Ghazali dimana ketika orang mengira bahwa Imam Al-Ghazali telah wusul – mencapai tujuannya yang terakhir ke derajat yang begitu dekat kepada Tuhan, maka Imam Al-Ghazali berkata : “Barangsiapa mengalaminya, hanya akan dapat mengatakan bahwa itu suatu hal yang tak dapat diterangkan, indah, utama dan jangan lagi bertanya”. Selanjutnya Imam Al-Ghazali menerangkan : “Bahwa hatilah yang dapat mencapai hakekat sebagaimana yang tertulis pada Lauhin Mahfud, yaitu hati yang sudah bersih dan murni. Tegasnya tempat untuk melihat dan Ma’rifat kepada Allah ialah hati.”

Menurut Ibnu Qayyim Al-Jauziyah dalam kitabnya “Madarijus Salikin “ : “Ma’rifat adalah suatu kedudukan yang tinggi dari kedudukan orang-orang mu’min (disisi Allah) dan derajat yang tertinggi dari derajat orang-orang yang mendaki menuju alam surgawi “. Selanjutnya beliau berkata : “Bahwa seseorang tidak dikatakan memiliki ma’rifat terkecuali mengetahui Allah SWT melalui jalan yang mengantarkannya kepada Allah, mengetahui segala bentuk penyakit atau penghalang yang ada pada sisinya, yang mengakibatkan terhambatnya hubungan dirinya dengan Allah, yang mana kesemuanya itu ia saksikan dengan ma’rifatnya. Jadi, orang ma’rifat adalah orang yang mengetahui Allah melalui media nama-nama-Nya, sifat-sifat dan perbuatan-Nya. Kemudian berhubungan dengan Allah secara tulus, bersikap ikhlas dan sabar terhadap-Nya dalam menjauhi segala bentuk perbuatan maksiat serta meneguhkan niatnya. Berusaha untuk menanggalkan budi pekerti yang buruk serta penyakit yang merusak. Mensucikan dirinya dari berbagai bentuk kotoran dan kemaksiatan. Bersabar atas hukum-hukum Allah dalam menghadapi segala nikmat-Nya (tidak terlena), dan musibah yang menimpanya (tidak putus asa). Lalu berdakwah menuju jalan Allah berdasarkan pengetahuannya terhadap agama dan ayat-ayat-Nya. Berdakwah hanya menuju kepada-Nya dengan apa yang dibawa utusan-Nya (yaitu Nabi Muhammad SAW), dengan tidak ditambahi dengan pandangan-pandangan akal manusia yang sesat, kecendrungan-kecendrungan mereka dan hasil kreasi mereka, kaidah-kaidah dan logika-logika mereka yang menyesatkan. Dengan kata lain tidak mengukur risalah yang dibawa oleh Rasulullah dari Allah dengan kesemuanya itu diatas. Orang seperti inilah yang layak menyandang gelar sebagai orang yang ma’rifat kepada Allah, sekalipun banyak orang memberikan panggilan atau julukan yang lain kepadanya”.



Dibawah ini kami cantumkan beberapa khazanah perbendaharaan ma’rifat yang dihimpun oleh Prof. Dr. M. Faiz Al-Math dalam bukunya yang berjudul “Puncak Ruhani Kaum Sufi” diantaranya sebagai berikut :

1. Pendekatan kita kepada Allah adalah pendekatan ilmu, sebab mustahil terjadi suatu pendekatan kepada kebenaran Allah tanpa ilmu.

2. Barangsiapa yang mengenal Allah, maka ia akan menangkap kebesaran kuasa Allah dalam segala sesuatu. Jika ia yang selalu ingat (berzikir) kepada Allah, maka ia akan melupakan yang lain kecuali Allah. Dan siapa saja yang mencintai Allah, maka ia akan mencintai dan melaksanakan ajaran-Nya dan mencampakkan ajaran lain

3. Jika kita menginginkan pintu rahmat terbuka luas, resapilah dalam sanubari akan nikmat yang dianugerahkan Allah kepadamu. Dan jika kita berharap agar hati kita merasa takut akan siksa, renungilah kelalaian kita dalam mengabdi kepada - Nya.

4. Tanda-tanda seseorang ‘aulia’ yang arif adalah senantiasa memelihara rahasia antara dia dengan Allah, tangguh dalam menghadapi cobaan yang merintangi kehidupannya. Lebih-lebih pada cobaan yang diciptakan manusia ia selalu membalasnya dengan cara yang lebih bijaksana. Mengingat tingkat intelektual mereka (tiap orang) tidak sama.

5. Barangsiapa menyadari, bahwa Allah senantiasa mengingin kan kita menjadi orang baik dan Allah lebih memahami tentang hal-hal yang mengundang kemaslahatan, maka artinya kita mampu mensyukuri nikmat Allah dan berhati tentram.

6. Bila kita berkeinginan melacak sampai dimana derajat kita di sisi Allah, maka renungilah perbuatan kita sendiri kegigihan kita dalam beribadah dan sebagainya.

7. Ma’rifat terbangun atas tiga fondasi ; Takut kepada Allah, Malu kepada Allah dan Cinta kepada Allah.

8. Orang Arif adalah orang yang tidak pernah berhenti untuk berdzikir, tak enggan dalam menunaikan ibadah dan senang berdialog dengan Allah. Sehingga tercetak dalam lubuk hatinya sikap enggan bercengkrama dengan hal sia-sia yang tidak dilatarbelakangi manfaat agama.

9. Alangkah janggalnya jika seseorang yang telah menyaksikan ke Maha Kuasaan Allah, namun dia mendurhakai-Nya. Kemanakah dia akan lari untuk mencari tempat perlindu ngan, sedangkan ia menganggap bahwa Allah selalu mengawasi sepak terjangnya. Bagaimana akan berlalai-lalai jika ia merasakan nikmat Allah selalu datang silih berganti kepadanya.

10. Kearifan laksana tanah yang bisa diinjak-injak oleh orang baik dan buruk. Ia bagaikan awan yang mampu mengayomi segala sesuatu, dan bagaikan hujan yang akan jatuh kepada teman maupun lawan.

11. Kearifan, adalah bukanlah apa yang dapat dikeruhkan oleh segala sesuatu. Justru sebaliknya segala sesuatu akan tampak jernih.

12. Ma’rifat kepada Allah sebagai intensitas seseorang hingga menimbulkan rasa malu dalam hatinya, rasa malu kepada Allah yang didasarkan pada rasa mengagungkan. Sebagaimana tauhid merupaka pembangkit rasa puas (rela) terhadap takdir dan timbul rasa berserah diri kepada Zat Yang Maha Pengatur.

13. Ma’rifat, bila telah mendarah daging, maka menjadikan kehidupan seseorang akan jernih (tidak tertindih oleh kepedihan-kepedihan hidup) pencariannya akan bersih dari hal-hal atau unsur-unsur yang haram. Segala sesuatu akan segan kepadanya. Rasa takut kepada sesama mahluk akan lenyap dari hatinya dan akan cenderung untuk menyibukkan diri dalam ibadah kepada Allah.

14. Orang yang memandang sesuatu di dunia ini dari kaca mata ma’rifatnya, walau sesuatu itu dipandang, namun yang tergambar dalam benaknya adalah kekuasaan Allah. Oleh karena itu, mata boleh menangis lantaran melihat cobaan yang menimpa, namun hatinya bersukacita lantaran dosa-dosa yang telah lampau terhapuskan oleh musibah itu.

15. Belum merasa puas orang arif ketika ia meninggalkan dunia terhadap dua perkara, yaitu ; Meratapi terhadap kekurangan dalam beribadah dan Kurangnya banyak memuji Tuhannya.

Selanjutnya mengenai perjalanan menuju Allah sebagaimana tersebut di atas, dengan tahapan-tahapan atau tingkatan-tingkatan yaitu Syari’at, Thariqat, Hakekat, dan Ma’rifat M. S. Resa menyimpulkan dalam bukunya yang berjudul “Mencari Kemurnian Tauhid (Keesaan Allah)” sebagai berikut :

· Syari’at adalah perbuatan (jasad) si hamba dalam melaksanakan ibadah kepada Allah harus dengan semurni-murninya ibadah.

· Thariqat adalah jalan (hati) untuk menuju kesuatu tujuan yang diridhai Allah, dengan hati yang bersih dan ikhlas atas segala perbuatan dan menerima cobaan Allah SWT.

· Hakekat (nyawa) adalah tujuan untuk mencapai keridhaan Allah sehingga terbukti adanya “diri yang hakiki” yang kita hanya dapat merasakan dan sadari, bahwa diri yang yang keluar dari diri, sehingga kita dapat membuktikan dengan kesadaran yang hakiki tentang Kekuasaan Allah, tentang Rahasia Alam, tentang Alam Ghaib dan lain-lainnya.

· Ma’rifat (Rahasia Allah), adalah sampainya suatu tujuan sehingga terwujud suatu kenyataan dan terbukti kebe narannya (tidak diragukan lagi).

Dari bahasan tersebut diatas maka dapat kita simpulkan bahwa hamba yang akan berjalan menuju Allah swt, harus melalui tahapan-tahapan (marhalah-marhalah) yaitu melalui : Syari’at, Thariqat, Hakikat dan Ma’rifat, atau dengan kata lain harus menempuh proses empat tahapan diantaranya :

- Pertama : Marhalah Amal Lahir artinya berkekalan melakukan amal ibadah baik yang wajib ataupun yang sunnah sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah Saw atau disebut usaha menghias diri dengan Syari’at.

- Kedua : Marhalah Amal Bathin atau Muraqabah yaitu berusaha dengan sungguh-sungguh mensucikan diri dari maksiat lahir dan bathin (takhalli) dengan cara taubat dan istighfar, memperbanyak dzikir dan shalawat, menunduk kan hawa nafsu dan menghiasi diri dengan amal terpuji/mahmudah lahir dan bathin (tahalli) atau disebut menjalankan Thariqah.

Pada tahap ini, setelah hati dan rohani telah bersih karena terisi oleh taubat dan istighfar, dzikir-dzikir dan shalawat, maka dengan rahmat Allah datanglah Nur yang dinamakan Nur Kesadaran.

- Ketiga : Marhalah Riyadhah dan Mujahadah yaitu berusaha melatih diri dan melakukan jihad lahir dan bathin untuk menambah kuatnya kekuasaan rohani atas jasmani, guna membebaskan jiwa dari belenggu nafsu duniawi, supaya jiwa itu menjadi suci bersih bagaikan kaca yang segera dapat menangkap apa-apa yang bersifat suci, sehingga akan beroleh berbagai pengetahuan yang hakiki tentang Allah dan kebesaran-Nya. Pada tahap ini, mulailah jiwa sedikit demi sedikit merasakan hal-hal yang halus serta rahasia, merasakan kelezatan dan kedamaian, dan merasakan nikmatnya iman dan taqwa dalam jiwanya. Kemudian selanjutnya datanglah kasyaf/keterbukaan mata hati, menyusul terbuka hijab sedikit demi sedikit sehingga sampailah ia kepada Nur Yang Maha Agung sebagai puncak tahap/marhalah ketiga. Nur ini dinamakan Nur Kesiagaan yakni kesiagaan dalam muhadarah bersama Allah. Tahap ini juga disebut Tahap Hakikat.

-Keempat : Marhalah Fana-Kamil yaitu jiwa si salik telah sampai kepada martabat syuhudul haqqi bil haqqi yakni melihat hakekat kebenaran. Kemudian terbukalah dengan terang berbagai alam rahasia baginya yaitu rahasia-rahasia ke-Tuhanan/Rabbani. Dalam pada itu berolehlah dia nikmat besar dalam mendekati Hadrat Ilahi Yang Maha Tinggi. Tahap ini juga disebut dengan Tahap Ma’rifat. Dalam situasi seperti inilah dia menemukan puncak mahabbah dengan Allah, puncak kelezatan yang tiada pernah dilihat mata, tiada pernah di dengar telinga, dan tiada pernah terlintas dalam hati sanubari manusia, tidak mungkin disifati atau dinyatakan dengan kata-kata. Pada marhalah ini sebagai puncak segala perjalanan, maka datanglah Nur yang dinamakan Nur Kehadiran.

TAHAPAN-TAHAPAN MENDEKATKAN DIRI KEPADA ALLAH SWT (C. HAKEKAT)

“Hakikat adalah akhir perjalanan mencapai tujuan, menyaksikan cahaya nan gemerlapan, dari ma’rifatullah yang penuh harapan “.

Begitulah sebuah syair dari Sayyid Abi Bakar Ibnu Muhammad Syatha dalam bukunya yang berjudul “ Misi Suci Para sufi”. Sebuah syair yang menerangkan tentang hakikat yang sesungguhnya yang merupakan perjalanan tujuan akhir dari dua pengalaman yaitu syari’at dan thariqat. Pada anak tangga ketiga inilah tujuan akhir dari perjalanan rohani itu ada, yang sudah barang tentu ketika seorang hamba telah mencapai pada tingkat hakikat ini dia akan menemukan tujuan yang didambakan tersebut yaitu Ma’rifatullah.

Pada tingkat hakikat ini seseorang hamba akan merasakan kebenaran yang sejati dan mutlak, yang masih belum diperolehnya lewat syari’at ataupun thariqat. Memang ada suatu kebenaran dalam syari’at maupun thariqat, tetapi suatu kebenaran tersebut masih belum mencapai puncaknya. Dan kalau dikaji lebih jauh, sebenarnya dalam syari’at itupun ada suatu upaya untuk mendekatkan diri kepada Allah. Perlu diketahui bahwa kesemua hukum-hukum atau aturan yang tertuang dalam syari’at itu mempunyai suatu tujuan, yaitu pendekatan kepada-Nya. Tetapi upaya dalam syari’at ini adalah baru pada tahap pertama., dimana tahap berikutnya harus ditempuh dalam jalan thariqat, kemudian setelah kedua tahap ini dilalui maka akan mencapai tingkat hakikat (kebenaran yang hakiki).

Menurut syarah Kitab Al-Hikam, Ibnu Ruslan mengemukakan pendapatnya bahwa yang dimaksudkan dengan Ilmu Hakikat itu adalah suatu Ilmu Laduni yang bersifat nurani. Ilmu tersebut itulah yang telah diajarkan kepada semua roh-roh (dialam roh) sewaktu Tuhan berbicara kepada roh-roh itu “Alastu Birobbikum” (bukankah Aku ini Tuhanmu..?) maka rohpun menjawab : “Balaa Yaa Rabbi” (benar Wahai Tuhanku). Itulah pula yang pernah diajarkan lagi kepada Nabi Adam AS sebagaimana firman-Nya “Wa ‘allama aadamal asmaa’akullaha” (Allah telah ajarkan kepada Adam semua nama-nama). Akan tetapi pengetahuan tersebut tersembunyi karena manusia pada umumnya tercurah perhatiannya kepada keadaan yang gelap yaitu hanya kepada yang lahir semata-mata, lebih mementingkan hawa nafsunya sendiri. Bilamana semua tutupan kegelapan itu telah hilang sirna kemudian menyatalah hakikat itu dengan terang dan jelas. Inilah juga yang dimaksudkan oleh Hadits Rasulullah : “Siapa yang mengamalkan ilmunya, maka Allah akan wariskan kepadanya ilmu yang belum pernah diketahui sebelumnya”. Allah berikan taufiq kepadanya, dihormati oleh segala makhluk dan disediakan baginya surga diakhirat.

Orang-orang yang cinta dengan dunia dan selalu dalam kungkungan hawa nafsunya, tidak akan menemukan kemantapan ilmu ini (hakikat), meskipun dalam ilmu-ilmu lain dia berhasil. Orang yang mengingkari ilmu ini, bagaimanapun juga tidak pula akan bisa merasakan keindahan ilmu ini, dan tidak mungkin mereka bisa mendapatkan “mukasyafah” (terbuka hijab/dinding) sebagaimana yang dialami oleh para Shiddiqin dan Ahlul-Muqarrabiin.

Imam Ghazali memberi gambaran bahwa : “ Syari’at adalah menyembah kepada Allah sedangkan hakikat adalah melihat kepada-Nya “.

Kemudian ditegaskan oleh Imam Al-Qusyairiyah bahwa :

“Syari’at adalah urusan tentang kewajiban-kewajiban peribadatan sedangkan hakikat adalah melihat ketuhanan “.

Thareqat dan hakekat adalah sambung menyambung antara satu sama lain. Oleh karena itu pelaksanaan agama Islam tidak sempurna jika tidak dikerjakan keempat-empatnya yakni ; Syari’at, Thariqat, Hakikat dan Ma’rifat. Maka apabila syari’at merupakan peraturan, thariqat merupakan pelaksanaan, dan hakikat merupakan tujuan pokok yakni pengenalan Tuhan yang sebenar-benarnya. Umpamanya tentang "bersuci/thaharah”, menurut syariat bersih diri dengan air. Menurut thariqat bersih diri lahir dan bathin dari hawa napsu. Menurut Hakikat bersih hati dari selain Allah. Semuanya itu untuk mencapai Ma’rifat kepada Allah dengan sebenar-benarnya Ma’rifat. Dengan contoh lain dapat kita sebutkan ; Menurut syari’at bila seseorang yang akan melaksanakan sholat, wajib menghadap ke kiblat, karena al-Qur’an menyebutkan : “ Hadapkanlah mukamu ke Masjidil Haram ( Ka’bah) di Mekkah”. Menurut thariqat, hati wajib menghadap kepada Allah berdasarkan ayat al-Qur’an yang menyebutkan : Fa’budunii ( sembahlah Aku ). Menurut hakikat, bahwa kita menyembah Allah seolah-olah melihat-Nya. Berdasarkan sebuah hadits yang berbunyi : “ Sembahlah Tuhanmu seakan-akan engkau melihat-Nya, jika engkau tidak melihat-Nya maka sesungguhnya Tuhan pasti melihat kamu “. Selanjutnya menurut Ma’rifat ialah mengenal Allah untuk siapa dipersembahkan segala amal ibadah itu yang dengan khusyu’ seorang hamba dalam sholat merasa berhadapan dengan Allah, ketika itu perasaan bermusyahadah berintai-intaian dan bercakap-cakap dengan Allah seolah-olah Allah berkata : “ Innanii Ana Allah “ Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, maka kehadiran hati berkata : “ Anta Allah “( Engkaulah Allah). Lalu Allah berkata lagi ; “ Aqimish-sholata lizikrii “ ( Bersholatlah untuk mengingat-Ku).

Karena itu seseorang yang sedang dalam bershalat, kemudian tidak ada sama sekali kehadiran hatinya kepada Allah, maka oleh ahli-ahli thariqat dianggap shalatnya itu tidak syah.

Demikianlah apa yang dikatakan “hakikat”, ialah membuka kesempatan bagaimana Salik (orang yang berjalan menuju Allah) mencapai maksudnya, yaitu mengenal Tuhan, Ma’rifatullah dan Musyahadah Nur yang Tajalli. Dalam pada ini Imam Ghazali menerangkan : “Bahwa Tajalli itu ialah terbuka Nur cahaya yang ghaib bagi hati seseorang dan sangat mungkin bahwa yang dimaksudkan dengan tajalli ialah Mutajalli yang tidak lain daripada itulah Allah”.

TAHAPAN-TAHAPAN MENDEKATKAN DIRI KEPADA ALLAH SWT (B5. Mengenal Wali Songo)

Keberhasilan penyebaran Islam di Jawa tidak lepas dari peran Ulama Sufi yang tergabung dengan Wali Songo. Proses Islamisasi yang dilakukan Wali Songo berlansung pada abad ke-15 (masa kesultanan Demak).

Kata Wali, berarti : pembela, teman dekat, dan pemimpin. Dalam hal ini biasa diartikan sebagai orang yang dekat dengan Allah SWT (Waliyullah). Sedangkan kata Songo (bahasa Jawa) berarti sembilan. Jadi secara umum Wali Songo berarti sembilan Wali yang dianggap telah dekat dengan Allah SWT., yang terus menerus beribadah kepada-Nya, dan memiliki kekeramatan (kemuliaan, keistimewaan, atau keluarbiasaan) dan kemampuan diluar kebiasaan manusia.

Mereka yang tergolong Wali Songo tersebut adalah :

1. Sunan Gresik atau Maulana Malik Ibrahim (wapat di Gresik tahun 1441 M). Sebelum datang ke Jawa, ia menetap di Kerajaan Pasai atau Perlak di Aceh. Menurut sumber sejarah, salah seorang raja Kerajaan Campa mempunyai beberapa orang putri. Salah seorang putri itu dijadikan istri Raja Majapahiat, Sri Kertawijaya, yang memerintah Kerajaan Majapahi. Perkawinan itu melahirkan Arya Damar, Adipati Sriwijaya. Putri lain dari Raja Campa itu dikawinkan dengan Maulana Malik Ibrahim, dari hasil perkawinannya itu kemudian melahirkan Raden Rahmat (Sunan Ampel).

2. Sunan Ampel atau Raden Rahmat (lahir di Campa, Aceh tahun 1401 dan wapat di Ampel tahun 1481). Beliau adalah penerus cita-cita dan perjuangan Maulana Malik Ibrahim, dan terkenal sebagai perancang pertama kerajaan Islam di Jawa, dan dialah yang mengangkat Raden Fatah sebagai sultan pertama Demak. Ia memulai aktivitasnya dengan mendirikan pesantren pertama di Jawa Timur, yaitu Pesantren Ampel Denta di dekat Surabaya. Di pesantren inilah Sunan Ampel mendidik para pemuda Islam untuk menjadi da’i yang akan disebar ke seluruh Jawa. Diantara pemuda yang dididiknya antara lain ; Raden Paku yang kemudian dikenal dengan nama Sunan Giri, Raden Fatah (putra Prabu Brawijaya V, Raja Majapahit) yang menjadi sultan pertama kesultanan Islam di Bintoro (Demak), Raden Makhdum Ibrahim (putra Sunan Ampel sendiri) yang kemudian dikenal dengan nama Sunan Bonang, Syarifuddin yang kemudian dikenal dengan nama Sunan Drajat, Maulana Ishak yang diutus untuk mengislamkan Blambangan.

3. Sunan Bonang atau Raden Makhdum Ibrahim (lahir di Ampel, Surabaya tahun 1465 dan wapat di Tuban tahun 1525). Ia dianggap sebagai pencipta gending pertama untuk mengembangkan Islam di pesisir utara Jawa Timur. Sunan Bonang dan para wali lainnya dalam menyebarkan agama Islam selalu menyesuaikan diri dengan corak dan kebudayaan masyarakat Jawa yang sangat menggemari wayang dan musik gamelan. Syair lagu gamelan ciptaan wali berisi pesan tauhid, sikap menyembah Allah dan tidak menyekutukan-Nya. Setiap bait lagu diselingi syahadatain dan gamelan yang mengiringinya disebut sekaten.

4. Sunan Giri atau Raden Paku atau Sultan Abdul Fakih (lahir di Blambangan pada pertengahan abad ke-15 dan wapat di Giri tahun 1506). Ia adalah putra Maulana Ishak. Salah seorang saudaranya juga termasuk Wali Songo yaitu Raden Abdul Kadir (Sunan Gunung Djati). Dalam perjalanan ibadah haji ke Mekkah Sunan Giri dan Sunan Bonang mampir di Pasai untuk memperdalam pengetahuan keislaman. Ketika itu Pasai menjadi tempat berkembangnya Ilmu Tauhid, Keimanan dan Ilmu Tasawwuf. Disini ia menemukan Ilmu Laduni sehingga gurunya memberi anugerah gelar ‘Ainul Yaqin. Ia banyak mengirim juru dakwah ke luar jawa seperti : Madura, Bawean, Kangean, Ternate, dan Tidore.

Sunan Giri terkenal sebagai lambang pemersatu bangsa Indonesia yang dirintis pada abad ke-15 Masehi. Jika Gajah Mada dipandang sebagai pemersatu bangsa dengan kekuatan meliter dan politiknya, maka Sunan Giri dikenal dengan ilmu dan pengembangan pendidikannya.

5. Sunan Drajat atau Raden Kosim atau Syarifuddin (lahir di Ampel Denta, sekitar tahun 1470 dan wapat di Sedayu Gresik pada pertengahan abad ke-16). Hal paling menonjol dalam dakwah Sunan Drajat adalah perhatiannya yang sangat serius pada masalah-masalah sosial sehingga ia dikenal berjiwa sosial. Ia juga dikenal sebagai pencipta tembang Jawa, yaitu tembang Pangkur yang hingga sekarang masih banyak digemari masyarakat.

Pemikiran kesufian Sunan Drajat yang menonjol adalah upaya menyadarkan manusia dari ambisi jabatan dan kedudukan yang akan mendorong manusia untuk menikmati dunia dengan pola hidup berfoya-foya dan memuaskan nafsu perut. Ia berpendapat, perut adalah sumber segala syahwat dan penyakit jasmani dan rohani. Jika perut diisi makanan dan minuman enak, timbulah nafsu serakah, yang kemudian timbullah nafsu-nafsu yang lain, seperti ; syahwat kelamin, permabukan, perjudian, dan lain-lain.

Karena pola hidup mewah harus dicapai dengan jalan menguasai pangkat dan kedudukan, maka orang berlomba mengejar pangkat dan kedudukan meskipun dengan jalan kezholiman, kecurangan dalan politk dan makar. Untuk itulah Sunan Drajat selalu menyuruh santrinya agar memelihara perutnya; makan dan minum sekedar yang dibutuhkan bagi kesehatan jasmani dan rohani dan tidak berlebihan. Makan dan minum tidak sembarangan tetapi yang suci dan halal agar zat-zat darah yang terbentuk darinya menjadi bersih untuk perbuatan anggota badan sehingga menumbuhkan kejernihan berfikir. Diingatkannya, bahwa perut yang kenyang dapat menjadi sumber segala penyakit dan menyebabkan otak menjadi tumpul, malas berfikir, dan malas menjalankan ibadah kepada Allah.

Kepada pembesar negara, Sunan Drajat menasihati mereka agar selalu memperhatikan kesejahteraan rakyat.

6. Sunan Kalijaga atau Raden Mas Syahid (lahir akhir abad ke-14 dan wafat pada pertengahan abad ke-15). Beliau terkenal sebagai wali yang berjiwa besar, berwawasan luas, berpikiran tajam dan intelek, dan berasal dari suku Jawa asli. Daerah operasi dakwah Sunan Kalijaga tidak terbatas, bahkan sebagai muballigh ia berkeliling dari satu daerah ke daerah yang lain. Karena dakwahnya yang intelek para bangsawan dan cendikiawan sangat simpati kepadanya, termasuk lapisan masyarakat awam dan penguasa. Dalam melaksanakan pemerintahan Demak, Raden Fatah sangat menghargai nasihat-nasihat Sunan Kalijaga. Ia juga sangat berjasa dalam perkembangan wayang purwa atau wayang kulit yang bercorak islami. Ia juga berjasa dalam membuat corak batik bermotif burung (kukula). Kata tersebut ditulis dalam bahasa Arab menjadi qu dan qila, yang berarti “Peliharalah ucapanmu sebaik-baiknya”.

Pemikiran kesufian yang ditampilkan Sunan Kalijaga adalah tentang konsep zuhud. Pemikiran zuhud-nya bermula dari upaya membangun kesadaran masyarakat pada arti bekerja dan beramal. Orang harus bekerja apa saja asalkan layak bagi martabat manusia. Bekerja untuk memperoleh makanan yang halal dan pantas untuk diri dan keluarganya. Manusia berupaya keras untuk memperoleh kekayaan, tetapi tetap diingatkan agar tidak hidup mewah dan royal terhadap harta. Harta kekayaan yang dimiliki sesungguhnya untuk menunaikan kewajiban zakat, haji, sosial, dan ibadah lainnya.

Mencari harta dan kekayaan tidak boleh menggunakan jalan tercela dan serakah. Oleh sebab itu, sekalipun harta dunia ini penting, tetapi harus diperoleh dengan cara yang halal dan menjuhi cara yang haram, bahkan syubhat. Dibanding dengan keutamaan akhirat maka dunia macam apapun sesungguhnya sangat kecil. Itulah arti sikap zuhud yang diajarkan oleh Sunan Kalijaga.

7. Sunan Kudus atau Ja’far Sadiq (lahir di Kudus pada abad ke-15 dan wafat tahun 1550). Menurut silsilahnya, Sunan Kudus atau Ja’far Sadiq masih mempunyai hubungan keturunan dengan Nabi Muhammad SAW. Silsilah lengkapnya adalah Ja’far Sadiq bin Raden Usman Haji bin Raja Pendeta bin Ibrahim as-Samarkandi bin Maulana Muhammad Jumadilkubra bin Zaini al-Husein bin Zaini al-Kubra bin Zainul Alim bin Zainal Abidin bin Sayyid Husein bin Ali ra. Diantara para Wali Songo, Sunan Kudus mendapat julukan wali al-‘ilmi (orang yang luas ilmunya). Oleh karena itu, ia didatangi oleh banyak penuntut ilmu dari berbagai daerah di Nusantara. Ia juga pernah menjadi Panglima Perang Kesultanan Demak. Ia juga pernah menciptakan berbagai cerita keagamaan dan yang paling terkenal adalah Gending Maskumambang dan Mijil.

8. Sunan Muria atau Raden Umar Said atau Raden Prawoto (lahir abad ke-15). Ia adalah putra Sunan Kalijaga dan berjasa menyiarkan Islam di pedesaan-pedesaan pulau Jawa. Dijuluki Sunan Muria karena pusat kegiatan dakwahnya dan makamnya di Gunung Muria. Dalam rangka berdakwah melalui budaya ia menciptakan tembang dakwah Sinom dan Kinanti.

Sunan Muria mencerminkan seorang sufi yang zuhud, yang memandang sangat kecil pada dunia ini. Oleh sebab itu, ia tidak silau terhadapnya. Tugasnya sehari-hari adalah mengasuh dan mendidik para santri yang ingin menyelami ilmu tasawwuf, didampingi oleh putranya Raden Santri. Seperti halnya sufi-sufi yang lain, Sunan Muria mencermin kan pribadi yang menempatkan rasa cintanya kepada Allah diatas segala-galanya. Sepanjang hidupnya dihabiskan untuk beribadah kepada Allah SWT. Ia melihat sekeliling dengan empat mata; dua mata di kepala untuk melihat dunia di sekitarnya dan dua mata di hatinya untuk melihat kebenaran dan kemuliaan. Cahaya pandangnya senantiasa jauh menembus ke alam yang tak terjangkau oleh akal pikiran. Ia selalu memohon kepada Allah : “Ya Tuhan, beri aku cahaya dan tambahkan cahaya itu. Beri aku cahaya di hati, telinga, mata, rambut, daging, dan tulang, bahkan disetiap butiran darah dan sel-sel syaraf sekalipun”.

Sunan Muria menumpahkan ibadahnya dengan bermunajat kepada Allah SWT. Dia juga mengajarkan tata krama dzikir kepada kepada Allah. Dibawah bimbingannya orang-orang membenamkan dirinya untuk berdzikir kepada Allah. Hatinya senantiasa ingat kepada Allah, dan lisannya tak pernah kering mengucapkan kalimah Laa ilaaha illallah . Tangannya tak henti-hentinya menghitung butiran-butiran tasbih, terkadang diiringi goyangan badannya dari kanan ke kiri sebanyak hitungan dzikir yang dilisankan dengan suara pelan dan syahdu.

Sunan Muria bersama santrinya mengisi hari-hari senggang nya di Tanjung Jepara yang terpencil dari keramaian duniawi untuk berdzikir dan berdo’a.

9. Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah (lahir di Mekkah tahun 1448 dan wapat di Gunung Jati, Cirebon Jawa Barat). Ia banyak berjasa menyebarkan Islam di Pulau Jawa, terutama di Jawa Barat. Ia adalah pendiri dinasti raja-raja Cirebon dan Banten. Sunan Gunung Jati adalah cucu Raja Pajajaran, Prabu Siliwangi. Dari perkawinan Prabu Siliwangi dengan Nyai Subang Larang, lahirlah Raden Walangsung sang, Nyai Lara Santang, dan Raja Sengara. Dari Nyai Lara Santang lahirlah Syarif Hidayatullah. Dari Cirebon, Sunan Gunung Jati mengembangkan agama Islam kedaerah lain di Jawa Barat seperti ; Majalengka, Kuningan, Kawali (Galuh), Sunda Kelapa dan Banten. Ia meletakkan dasar pengembangan Islam dan perdagangan orang-orang Islam di Banten tahun 1525 atau 1526. Ketika kembali ke Cirebon, Banten diserahkan kepada anaknya, Sultan Maulana Hasanuddin yang kemudian menurunkan raja-raja Banten. Sunan Gunung Jati mendapat penghormatan dari raja-raja lain di Jawa, seperti Demak dan Pajang, ia diberi gelar Raja Pandita karena kedudukannya sebagai raja dan ulama.

TAHAPAN-TAHAPAN MENDEKATKAN DIRI KEPADA ALLAH SWT (B4. Rukun, Ajaran, Prinsip Dan Hasil Thariqat)

Didalam kitab yang berjudul ‘Awaarif al-Ma’aarif karya Syeikh Syihabuddin Umar Suhrawardi dijelaskan bahwa thariqat mempunyai berbagai rukun, ajaran, prinsip dan hasil, diantaranya :

1) Rukun-rukun thariqat adalah : Tobat, Kepasrahan (taslim), Kesetiaan pada thariqat (diyaanat), Kerendahan hati dan Ketundukan jasmani (khusyu’ wa khudhu’), Keridhoan (ridho), Kemenyendirian (khalwat).

2) Ajaran-ajaran thariqat adalah : Ilmu (‘ilm), Keder mawanan (sakhaawat), Kedekatan kepada Allah (qurb), Agama (addiin), Meditasi atau renungan (tafakkur), Ketawakalan kepada Allah (tawakkal),.

3) Prinsip-prinsip thariqat adalah : Kebajikan (ihsan), Mengingat Allah (dzikr), Meninggalkan kemaksiatan (tark ma’ashi), Meninggalkan dunia (tark dun-ya), Takut kepada Allah (khaufullah), Cinta kepada Allah (hubbullah).

4) Hasil–hasil thariqat adalah : Pengetahuan Ilahi (ma’rifah), Kelembutan hati (hilm), Kesabaran (shabr), Ketaatan (tha’ah), Tata krama (adab), Ketulusan (shauq).

TAHAPAN-TAHAPAN MENDEKATKAN DIRI KEPADA ALLAH SWT (B3. Beberapa Nama-Nama Thariqat dan Pengaruhnya)

Pada masa permulaan Islam hanya terdapat dua macam thariqat, yaitu :

1) Thariqat Nabawiah, yaitu amalan yang berlaku di masa Rasulullah SAW, yang dilaksanakan secara murni dan langsung dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Thariqat ini dinamakan juga dengan “Thariqat Muhammadiah”.

2) Thariqat Salafiah, yaitu cara beramal dan beribadah pada masa Sahabat dan Tabi’in, dengan maksud memelihara dan membina Syari’at Rasulullah SAW. Dinamakan juga “Thariqat Salafus Saleh”.

Kemudian sesudah abad ke-2 H, thariqat Salafiah mulai berkembang secara kurang murni. Ketidak murniannya itu antara lain disebabkan pengaruh filsafat dan alam pikiran manusia telah memasuki negara-negara Arab, seperti filsafat Yunani, India dan Tiongkok, sehingga pengamalan thariqat Nabawiah dan Salafiah telah bercampur aduk dengan filsafat.

Sejumlah kitab-kitab filsafat asing di salin dan diterjemahkan ke dalam bahasa Arab.

Sesudah abad ke-2 H itu juga muncullah thariqat Sufiah yang diamalkan oleh orang-orang Sufi, dengan melalui empat tingkat atau tahapan yaitu Syariat, Thareqat, Hakikat, Ma’rifat.

Orang Sufi menganggap bahwa Syari’at untuk memperbaiki sesuatu yang lahir (nyata). Thariqat untuk memperbaiki sesuatu yang tersembunyi (batin), dan Hakikat untuk memperbaiki segala rahasia yang ghaib-ghaib.

Tujuan terakhir dari perjalanan ahli Sufi ialah ma’rifat, yakni mengenal hakikat Allah, Dzat, Sifat, dan perbuatan-Nya.

Orang yang telah sampai ke tingkat ma’rifat, dinamakan Wali, dan biasanya Allah karuniakan kepadanya kemampuan luar biasa (khariqul-lil’adah) yang disebut “keramat”. Terjadi pada dirinya hal-hal luar biasa yang tidak terjangkau oleh akal manusia, baik di masa hayatnya maupun sesudah matinya.

Gerakan thariqat baru menonjol dalam dunia Islam pada abad ke XII M, sebagai lanjutan dari kegiatan kaum Sufi terdahulu.

Kenyataan ini dapat ditandai dengan setiap silsilah thariqat selalu dihubungkan dengan nama pendirinya dan tokoh-tokoh Sufi lainnya.

Setiap thariqat mempunyai Syeikh, kaifiat dzikir dan upacara rituil. Biasanya Syeikh atau Mursyid mengajar murid-muridnya di asrama latihan rohani yang dinamakan “rumah suluk” atau “ribath”.

Mula-mula berkembang di Baghdad, Irak, Turki,Arab Saudi selanjutnya merambah ke Asia Tengah, Tibristan, kemudian sampai ke Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, India dan Tiongkok.

Kemudian pada abad ke XII itu muncul pula thariqat Rifa’iah di Maroko dan Aljazair, thariqat Sahrawadiah dan lainnya yang berkembang di Afrika Utara dan Afrika Tengah, seperti di Sudan dan Nigeria.

Perkembangan itu begitu cepat melalui murid-murid yang telah diangkat menjadi Khalifah, mengajarkannya dan menyebarluaskannya ke negeri-negeri Islam. Dan ada pula melalui pedagang-pedagang.

Organisasi thariqat pernah mempunyai pengaruh yang sangat besar di dunia Islam, sebagaimana dikatakan H. R. Gibb dalam “An Interpretation of Islamic History”, bahwa sesudah direbutnya Khalifah oleh orang-orang Mongol pada tahun 1258 H, maka tugas untuk memelihara kesatuan masyarakat Islam beralih ke tangan kaum Sufi.

Peranan ahli thariqat dalam percaturan politik di Turki pada masa pemerintahan Ottoman I (1299 – 1326 M) cukup besar. Demikian pula di Sudan, Afrika Utara dan Afrika Tengah, Tunisia dan di negeri kita Indonesia tempo dulu ahli thariqat memegang peranan penting dalam perjuangan melawan penjajahan Barat.

Dalam proses Islamisasi Indonesia, sebagian adalah atas usaha dari kaum Sufi dan mistik Islam. Sehingga pada waktu itu pemimpin-pemimpin agama Islam di Indonesia bukanlah ahli-ahli Teology (Mutakallimin) dan ahli hukum (Fuqaha’), melainkan mereka adalah para syeikh-syeikh thariqat dan guru-guru suluk.

Salah seorang pemuka Thariqat Naqsyabandiah yang telah berjasa besar bagi perjuangan bangsa untuk merebut kemerdekaan, adalah Syeikh Abdul Wahab Rokan Al-Khalidi Naqsyabandi Al-Indonesi (1811 – 1926) yang terkenal dengan panggilan “Tuan Guru Babussalam Langkat”; melengkapi namanya dengan “Rokan” karena ia berasal dari daerah Rokan Kabupaten Kampar Propinsi Riau; dinamakan dengan “Al-Khalidi” karena ia menganut thariqat priode Syeikh Khalid sampai pada masanya; dan dinamainya pula dengan “Naqsyabandi” karena ia menganut thariqat yang ajaran dasarnya berasal dari Syeikh Bahauddin Naqsyabandi. Pusaranya berada di desa Babussalam Kecamatan Padang Tualang Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara.

Ia adalah murid dari Syeikh Sulaiman Zuhdi dan belajar kepadanya selama 6 tahun di Mekkah. Sekembalinya ke tanah air, ia aktif mengajar agama dan thariqat di beberapa kerajaan, seperti wilayah kerajaan Langkat, Deli Serdang, Asahan Kualuh, Panai di Sumatera Utara, dan Siak Sri Indra Pura, Bengkalis, Tembusai, Tanah Putih Kubu di Propinsi Riau.

Sampai kini murid-muridnya tersebar luas di Propinsi Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Sumatera Selatan, dan Sulawesi Selatan. Khalifah-khalifah beliau yang giat mengembangkan thariqat Naqsyabandiah di luar negeri, telah berhasil mendirikan rumah-rumah suluk dan peribadatan, di Batu Pahat, Johor, Pulau Pinang, Ipoh, Kelantan dan Thailand.

Di bawah ini beberapa nama-nama Thariqat dan pendirinya antara lain :

1) Thariqat Qadiriah didirikan oleh Syeikh Abdul Qadir Jailani Al-Baghdadi. Thariqat ini salah satu thariqat sufiah yang paling giat menyebarkan agama Islam di Barat Afrika. Memiliki lima ajaran pokok dan memegang prinsip tasamuh (toleransi), karena Syeikh Abdul Qadir menegaskan kepada pengikutnya : “Kita tidak hanya mengajak diri sendiri tetapi juga mengajak semua makhluk Allah supaya menjadi seperti kita”. Adapun lima ajaran pokoknya adalah :

- Tinggi cita-cita,

- Memelihara kehormatan,

- Memperbaiki khidmat terhadap Allah,

- Melaksanakan tujuan yang baik,

- Memperbesarkan arti karunia nikmat Allah SWT,

Barang siapa yang tinggi cita-citanya, menjadi tinggilah martabatnya. Barangsiapa yang memeliharra kehormatan Allah, maka Allah akan memelihara kehormatannya. Barangsiapa yang memperbaiki khidmat, kepadanya wajib menerima rahmat. Barangsiapa yang berusaha mencapai tujuannya, makan selalu memperoleh hidayah. Barangsiapa membersarkan nikmat Allah dalam arti senantiasa bersyukur kepada-Nya, maka akan memperoleh tambahan nikmat yang dijanjijan Allah SWT.

Salah satu ucapan Syeikh Abdul Qadir Al-Jalani yang sangat berharga : “Jika terdapat dalam hatimu benci atau suka kepada seseorang, maka kembalikanlah amalnya kepada al-Qur’an dan as-Sunnah. Jika amalnya disukai al-Qur’an dan as-Sunnah, maka kasihilah ia. Sebaliknya jika dibenci oleh al-Qur’an dan as-Sunnah maka bencilah dia, supaya anda tidak mengasihinya dengan hawa nafsu”.

Pengikut thariqat Qadiriah terbagai tiga :

1. Al-Qadiriah Al-Bukaiyah, tersebar luas di wilayah Tombouctou sebuah negeri di Sudan (Afrika Tengah), pusat perdagangan Sungai Negeria.

2. Al-Qadiriah, di wilayah padang pasir sebelah Barat yang dinamakan dengan “Ad-Dirar”.

3. Al-Qadiriah Al-Walatih, tersebar di wilayah Sudan Bagian Barat.

2) Thariqat Syadziliah didirikan oleh Syeikh Abu Hasan bin Abdullah bin Abdul Jabbar bin Hormuz As-Syadzili Al-Maghribi Al-Husaini Al-Idrisi.

Pokok-pokok yang mendasari ajaran thariqat ini adalah antara lain :

* Taqwa kepada Allah lahir dan batin baik dalam keadaan sendiri ataupun dimuka umum,
* Mengikuti sunnah dalam perkataan dan perbuatan,
* Mengabaikan semua makhluk dalam keadaan disukai atau dibenci mereka (yakni:tidak menghiraukan apakah mereka suka atau benci),
* Ridho dengan pemberian Allah baik sedikit atau banyak,
* Kembali kepada Allah pada waktu susah dan senang.

Menurut thariqat ini pelaksanaan taqwa dilakukan dengan wara’ (menjauhi dari semua yang makruh, syubhat dan haram) dan istiqomah dalam mentaati semua perintah, pelaksanaan sunnah dengan penelitian amal dan perbaikan budi pekerti, pelaksanaan tidak hirau dengan makhluk dengan sabar dan tawakkal (berserah diri kepada Allah), pelaksanaan ridho terhadap pemberian Tuhan dengan hidup sederhana dan merasa puas dengan apa yang ada (Qana’ah), dan pelaksanaan kembali kepada Allah dengan bersyukur dalam suka dan berlindung kepada-Nya dalam duka.

Dan kesemuanya ini berpokok pada lima hal yaitu : semangat yang tinggi, berhati-hati dari yang haram atau menjaga kehormatan, baik dalam berkhidmat sebagai hamba, melaksanakan kewajiban, dan menghargai (menjunjung tinggi) ni’mat.

Maka siapa yang tinggi semangat pasti naik tingkat derajatnya. Dan siapa yang meninggalkan larangan yang diharamkan Allah, maka Allah akan menjaga kehormatannya. Dan siapa yang benar dalam ta’atnya, pasti mencapai tujuan kebesaran-Nya/kemulyaan-Nya. Dan siapa yang melaksanakan tugas kewajiban nya dengan baik, maka bahagia hidupnya. Dan siapa yang menjunjung ni’mat, berarti mensyukuri dan selalu akan menerima tambahan ni’mat yang lebih besar.

Salah satu ucapan yang sangat berharga dari Syeikh Abu Hasan asy-Syadzili, adalah : “ Apabila dzikir terasa berat atas lidahmu, anggota tubuh berkembang menurutkan hawa nafsumu, tertutup pintu berfikir untuk kemaslahatan hidupmu, maka ketahuilah bahwa semua itu adalah pertanda banyaknya dosamu atau karena sifat munafiq tumbuh dalam hatimu. Tiada jalan bagimu selain dari berpegang teguh kepada jalan Allah dan ikhlas dalam pengamalannya”.

3) Thariqat Naqsyabandiah didirikan oleh Syeikh Bahauddin Syah Naqsyabandiah.

Prinsip-prinsip dari ajaran thareqat ini diantaranya :

* Memegang teguh I’tiqad Ahlus Sunnah,
* Meninggalkan rukhsah membiasakan kesungguhan,
* Senantiasa bermuraqabah,
* Meninggalkan kebimbangan dunia dari selain Allah, Hudur (hadir) terhadap Tuhan,
* Mengisi diri (tahalli) dengan segala sifat-sifat yang berfaedah dan ilmu agama,
* Mengikhlaskan dzikir,
* Menghindarkan kealpaan terhadap Tuhan,
* Berakhlak dengan akhlak Nabi Muhammad SAW. Sedang syarat-syaratnya diatur sebagai berikut : I’tiqad yang sah, taubat yang benar, menunaikan hak orang lain, memperbaiki kezholiman, mengalah dalam perselisihan, teliti dalam adab dan sunnah, memilih amal menurut syari’at yang sah, menjauhkan diri daripada segala yang munkar dan bid’ah, dari pada pengaruh hawa nafsu dan daripada perbuatan yang tercela.

Didalam kitab Hakikat Thariqat Naqsyabandiah oleh H.A. Fuad said dijelaskan bahwa : Thariqat Naqsyaban diah, mempunyai ajaran dasar yang didasarkan atas amal perbuatan yang terdiri dari sebelas perkataan dari bahasa Persi; delapan berasal dari Syeikh Abdul Khalik Al-Ghajudwani dan tiga dari Syeikh Bahauddin Naksyaban diyah sendiri.

Adapun maksud yang delapan perkataan itu adalah ;

1. Huwasy dardan, ialah memelihara keluar masuknya napas dari pada kealpaan kepada Tuhan, sehingga hati itu selalu hadir dan ingat kepada-Nya. Sebab setiap keluar masuk napas yang hadir dan ingat kepada-Nya itu berarti hidup yang dapat menyampaikan kepada Allah. Sebaliknya setiap napas yang keluar masuk dengan alpa berarti mati yang menghambat jalan kepada Allah.

2. Nazhar barqadam, ialah orang yang sedang menjalani khalwat suluk, bila berjalan harus menundukkan kepala, melihat kearah kaki. Dan apabila duduk tidak memandang kekiri dan kekanan. Sebab memandang kepada aneka ragam ukiran dan warna dapat melalaikan orang dari mengingat Allah. Apalagi orang yang baru berada ditingkat permulaan, karena belum mampu memelihara hatinya.

3. Safar darwathan, ialah berpindah dari sifat-sifat manusia yang rendah kepada sifat-sifat malaikat yang tinggi.

4. Khalwat dar anjaman, ialah berkhalwat. Dan berkhalwat itu terbagi dua ;

a. Khalwat lahir, yakni orang yang bersuluk mengasingkan diri kesebuah tempat tersisih dari masyarakat ramai.

b. Khalwat batin, yakni mata hati menyaksikan rahasia kebesaran Allah dalam pergaulan sesama makhluk.

5. Ya dakrad, ialah berdzikir terus menerus mengingat Allah, baik dzikir ismuzat (menyebut Allah, Allah), maupun dzikir nafi itsbat (laa ilaaha illallah), sampai yang disebut dalam dzikir itu hadir.

6. Baz kasyat, ialah sesudah menghela (melepaskan) napas orang yang berdzikir itu kembali munajat dengan mengucap kalimat yang mulia “Ilaahi anta maqshuudi waridhooka mathluubii” (Tuhanku, Engkaulah yang aku maksud dan keridhoan Engkaulah yang aku cari). Sehingga terasa dalam qalbunya rahasia tauhid yang hakiki dan semua makhluk lenyap dari pandangannya.

7. Nakah dasyat, ialah setiap murid harus menjaga hatinya dari sesuatu yang melintas walau sekejap, karena lintasan atau getaran qalbu dikalangan ahli-ahli thariqat adalah suatu perkara besar.

8. Bad dasyat, ialah tawajjuh (menghadapkan diri) kepada Nur Zat Allah Yang Maha Esa, tanpa berkata-kata. Pada hakikatnya menghadapkan diri dan mencurahkan perhatian kepada Nur Zat Allah itu tiada lurus kecuali sesudah fana yang sempurna.

Kemudian tiga perkara yang berasal dari Syeikh Bahauddin Naqsyabandiah diantaranya adalah ;

1. Wuquf zamani, yaitu orang yang bersuluk memperhatikan keadaan dirinya setiap dua atau tiga jam sekali. Apabila ternyata keadaannya hadir beserta Allah, maka hendaklah ia bersyukur kepada-Nya. Kemudian ia mulai lagi dengan hadir hati yang lebih sempurna. Sebaliknya apabila keadaannya dalan alpa atau lalai, maka harus segera minta ampun dan tobat, serta hadir kepada kehadiran hati yang sempurna.

2. Wukuf ‘adadi, ialah memelihara bilangan ganjil pada dzikir nafi itsbat ; 3 atau 5 sampai 21.

3. Wukuf qalbi, ialah kehadiran hati serta kebenaran Allah, tiada tersisa dalam hatinya sesuatu maksud selain kebenaran Allah dan tiada menyimpang dari makna dan pengertian dzikir. Lebih jauh dikatakan bahwa hati orang yang berdzikir itu berhenti (wukuf) menghadap Allah dan bergumul dengan lafaz-lafaz dan makna dzikir.


4) Thariqat Tijaniah didirikan oleh Sayid Abu Abbas Ahmad bin Muhammad bin Mukhtar bin Ahmad Syarif At-Tijani.

Thariqat Tijaniah menganut prinsip tasamuh atau toleransi, menurut jejak pendirinya yang bersikap toleransi terhadap kalangan bukan muslim, dengan tidak mengurangi hak-hak agama dan kehormatan kaum Muslimin.

Dasar pokok dari thariqat ini adalah toleransi dengan baik menghadapi orang yang memusuhi mereka.

5) Thariqat Sanusiah didirikan oleh Sayid Muhammad bin Ali As-Sanusi.

Dasar thariqat ini adalah ajaran Islam dan lapangan kerjanya mendidik umat supaya dapat mengendalikan hawa nafsu untuk keselamatannya dari dunia sampai akhirat. Dan melatih pengikutnya supaya giat bekerja dan berusaha serta beribadat dengan memiliki akidah yang kokoh. Thariqat Sanusiah juga mengajarkan kepada pengikut-pengikutnya ketangkasan berkuda, memanah dan berbagai seni bela diri. Selain itu melatih kerajinan tangan seperti ; pandai besi, tukang sepatu, menjahit dan menenun, bertani dan bercocok tanam.

Pesan sebagian dari tokoh-tokoh Thariqat Sanusiah : “Jangan menghina seseorang, baik orang Islam maupun Nasrani, Yahudi dan orang-orang kafir lainnya. Mungkin mereka lebih baik dari anda disisi Allah, sebab anda tidak tahu apa yang akan terjadi pada akhirnya”.

Selain thariqat-thariqat tersebut diatas masih banyak lagi thariqat-thariqat yang lain diantaranya :

6)Thariqat Rifa’iah didirikan oleh Syeikh Ahmad bin Abu al-Hasan Ar-Rifa’i.

7)Thariqat Sahrawardiah didirikan oleh Syeikh Abu al-Hasan bin Al-Sahrawardi.

8)Thariqat Ahmadiah didirikan oleh Syeikh Ahmad Badawi.

9)Thariqat Maulawiah didirikan oleh Syeikh Maulana Jalaluddin Ar-Rumi.

10) Thariqat Haddadiah didirikan oleh Syeikh Abdullah Ba’lawi Haddad.

11)Thariqat Ghazaliah didirikan oleh Syeikh Hujjatul Islam Abu Hamid Ath-Thausi Al-Ghazali (Imam Ghazali).

12)Dan lain-lain, yang jumlahnya lebih dari empat puluh thariqat yang ada didunia ini dan diakui oleh ulama-ulama Sufi (Ulama Thariqat).

Thariqat yang paling banyak penganutnya di Indonesia adalah Thariqat Qadiriah dan Thariqat Naqsyabandiah, atau Thariqat Qadiriah Naqsyabandi ( Syeikh Ahmad Khatib Abdul Ghafar as-Sambasi al-Jawi ).

Sedangkan inti dari ajaran thariqat adalah “dzikrullah” yang kaifiat atau cara-caranya diatur oleh masing-masing Mursyid dari thariqat tersebut.

Sebagaimana kita ketahui, bahwa sebuah gerakan thariqat dipimpin oleh seorang pemimpin yang sering disebut sebagai Mursyid atau Syeikh. Tidak sembarang orang bisa menjadi pemimpin gerakan thariqat, karena sebuah thariqat adalah sebuah jalan menuju pendekatan kepada Allah yaitu jalan yang mulia dan tidak main-main. Bila diibaratkan seorang pemimpin thariqat sebagai seorang supir, maka dia sesungguhnya tidak hanya bertanggung jawab untuk menyelamatkan para penumpangnya dari kecelakaan dijalan raya saja, tetapi lebih berat dari itu adalah menyelamatkan para pengikutnya dari kesesatan jalan yang akan membuat sengsara kelak dikemudian hari.

Bagi seseorang yang ingin masuk dalam anggota kelompok thariqat, langkah awal yang harus ditempuh adalah mengikat dan mengikrarkan sebuah janji setia kepada Mursyidnya, janji itu disebut dengan Bai’at/Pengukuhan. Dalam kesempatan itulah sang mursyid menyampaikan amalan-amalan atau dzikir-dzikir yang menjadi pedoman bagi murid untuk berjalan menuju Allah SWT.

Secara khusus, aliran-aliran thariqat, sebenarnya mempunyai tujuan yang sama, yang intinya adalah sebagai berikut :

1. Dengan mengamalkan thariqat berarti mengadakan latihan jiwa (riyadhah) dan berjuang melawan hawa nafsu (mujahadah), membersihkan diri dari sifat-sifat yang tercela dan diisi dengan sifat-sifat terpuji dengan melalui perbaikan budi pekerti dalam berbagai seginya.

2. Selalu dapat mewujudkan rasa ingat kepada Allah, Zat Yang Maha Besar dan Kuasa atas segalanya dengan melalui jalan wirid dan dzikir dibarengi dengan tafakkur yang secara terus menerus dikerjakan.

3. Dari sini timbul perasaan takut kepada Allah sehingga timbul pula dalam diri seseorang itu suatu usaha untuk

menghindarkan diri dari segala macam pengaruh duniawi yang dapat menyebabkan lupa dengan Allah.

4. Jika semua itu dapat dilakukan dengan penuh ikhlas dan ketaatan kepada Allah, maka tidak mustahil akan dapat dicapai suatu tingkat alam ma’rifat, sehingga dapat pula diketahui segala rahasia dibalik tabir Cahaya Allah dan Rasul-Nya secara terang benderang.

5. Akhirnya dapat diperoleh apa yang sebenarnya menjadi tujuan hidup ini.

TAHAPAN-TAHAPAN MENDEKATKAN DIRI KEPADA ALLAH SWT (B2. Thariqat Menurut Kalangan Sufi)

Adapun “thariqat” menurut istilah ulama Tasawwuf diantaranya sebagai berikut :

a. “Thariqat”adalah suatu jalan untuk menuju kepada Allah dengan mengamalkan ilmu Tauhid, Fikih, dan Tasawwuf.

b. “Thariqat”adalah cara atau kaifiat mengerjakan sesuatu amalan untuk mencapai sesuatu tujuan.

Berdasarkan beberapa definisi tersebut di atas baik menurut bahasa ataupun menurut istilah ulama Sufi, maka jelaslah bahwa thariqat adalah suatu jalan atau cara untuk mendekatkan diri kepada Allah, dengan mengamalkan ilmu Tauhid, Fikih dan Tasawwuf.

Atau thariqat ialah suatu sistem (metode) untuk menempuh jalan yang pada akhirnya mengenal dan merasakan adanya Tuhan, dalam keadaan mana seseorang dapat melihat Tuhan dengan mata hatinya (ainul bashirah).

Sebagaimana pertanyaan Ali bin Abi Thalib ra. kepada Rasulullah SAW : “Manakah thariqat yang sedekat-dekatnya mencapai Tuhan ? dijawab oleh Rasulullah SAW : Tidak lain daripada dzikir kepada Allah (dzikrullah).”

Oleh karena thariqat adalah merupakan jalan atau cara untuk mendekatkan diri kepada Allah, maka didalam thariqat sebenarnya berisikan tentang riyadhah-riyadhah atau amalan-amalan yang harus dikerjakan dan bukan berisikan tentang ajaran yang mengkaji secara falsafi tentang tasawwuf.

Namun demikian suatu thariqat yang diakui syah oleh ulama harus mempunyai lima dasar ; pertama, menuntut ilmu untuk dilaksanakan sebagai perintah Tuhan; kedua, mendapingi guru dan teman sethariqat untuk meneladani; ketiga, meninggalkan rukhsah dan ta’wil untuk kesungguhan; keempat, mengisi waktu-waktu dengan do’a dan wirid; dan kelima, mengekang hawa nafsu daripada berniat salah dan untuk keselamatan. Begitulah yang dijelaskan oleh Prof. H.Aboe Bakar Aceh dalam kitabnya yang berjudul “Pengantar Ilmu Thariqat”. Selain itu tentunya suatu thariqat harus mengacu kepada al-Qur’an dan as-Sunnah, atau dengan kata lain harus tidak bertentangan dengan al-Qur’an dan as-Sunnah.

TAHAPAN-TAHAPAN MENDEKATKAN DIRI KEPADA ALLAH SWT (B1. Pengertian Thariqat)

Di dalam kitab “Hakikat Thariqat Naqsyabandiah” yang disusun oleh H.A. Fuad Said dijelaskan Thariqat menurut bahasa artinya “jalan (way)”, “cara (methode)”,”suatu sistem kepercayaan (system of belief)”, “garis”, “kedudukan”, dan “agama”.

Kata “thariqat” disebutkan Allah dalam Al-Qur’an sebanyak 9 (sembilan) kali, dengan mengandung beberapa arti ,diantaranya sebagai berikut :

1) Q.S. An-Nisa’ 168 :

“Sesungguhnya orang-orang yang kafir dan melakukan kezaliman, Allah sekali-kali tidak akan mengampuni (dosa) mereka dan tidak (pula) akan menunjukkan jalan kepada mereka.”

2) Q.S. An-Nisa’ 169 :

“Kecuali jalan ke neraka Jahannam; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Dan yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.”

3) Q.S. Thaha 63 :

“Mereka berkata: "Sesungguhnya dua orang ini adalah benar-benar ahli sihir yang hendak mengusir kamu dari negeri kamu dengan sihirnya dan hendak melenyapkan kedudukan kamu yang utama.”

Ayat ini menerangkan kedatangan Nabi Musa as dan Harun ke Mesir, akan menggantikan bani Israil sebagai penguasa di Mesir. Sebagian ahli tafsir mengartikan “thariqat” dalam ayat ini dengan “keyakinan” (agama). Menurut Ibnu Manzhur (630-711 H) dalam kitabnya “Lisanul Arab” jilid 12 , arti “thariqat” dalam ayat itu adalah “ar-rijalul asyraf” bermakna “tokoh-tokoh terkemuka”.

Jadi ayat itu berarti, kedatangan Nabi Musa as dan Harun as ke Mesir adalah untuk mengusir kamu dengan sihirnya dan hendak melenyapkan jamaah atau tokoh-tokoh terkemuka kamu.

Lebih jauh Ibnu Manzhur menyatakan “hadza thariqatu qaumihi” artinya “inilah tokoh-tokoh pilihan kaumnya”.

Al-Akhfasy menyatakan “bithariqatikumul mustla” artinya “dengan sunnah dan agama kamu yang tinggi.”

“Thariqat berarti juga “al-khaththu fis-syai-i” artinya “garis pada sesuatu”.

“Thariqatul baidhi” artinya “garis-garis yang terdapat pada telur.”

“Thariqatul romal” artinya “sesuatu yang memanjang dari pasir – ma imtadda minhu.”

“Al-Laits menyatakan “thariqat” ialah “tiap garis di atas tanah, atau jenis pakaian, atau pakaian yang koyak-koyak.

Menurut Tafsir “Al-Jamal” juz 3, “bithariqatikumul mutsla” dalam Surat Thoha ayat 63 diatas , artinya “biasyrafikum” bermakna “dengan orang terkemuka kamu”. Kata “Thariqat” itu dipergunakan untuk tokoh-tokoh terkemuka, karena mereka itu menjadi ikutan dan panutan orang banyak, sebagaimana diartikan juga oleh Abu As-Su’ud.

Dalam “Mukhtarus Shihhah”, disebutkan wathariqatul qaumi ialah amatsiluhum dan jiaduhum artinya orang-orang besar dan terbaik di antara mereka.

“At-Thariqatu” diartikan juga “syariful qaumi” bermakna tokoh terhormat sesuatu kaum.

Didalam Tafsir Ibnu Katsir juz 3 dijelaskan bahwa kalimat “bi thariqatikumul mutsla” itu dengan “wa hia assihru, artinya adalah sihir.”

Ibnu Abbas r.a mengartikannya dengan “kerajaan yang mana mereka berdomisili dan mencari kehidupan di dalamnya.”

As-Sya’bi menafsirkannya dengan “Harun dan Musa memalingkan perhatian orang banyak kepada mereka.”

Mujahid mengartikannya dengan “orang-orang terkemuka, cerdas dan lanjut usia di antara mereka.”

Abu Shaleh mengartikannya dengan “orang-orang mulia di antara kamu.”

Ikrimah mengartikannya dengan “orang-orang terbaik di antara kamu.”

Qatadah menyatakan “bithariqatikumul mutsla” mereka pada masa itu adalah Bani Israil.”

Abdur Rahman bin Zaid mengartikannya dengan “billadzi antum ‘alaihi” artinya “dengan yang kamu berada di atasnya.”

Didalam Tafsir Al-Kahzin juz 3, menafsirkan ayat itu dengan “yudzhiba bi sunnatikum wa bi dinikum alladzi antum ‘alaihi.”

“Keduanya yakni Musa dan Harun akan melenyapkan sunnah dan agama yang kamu anut.”

Didalam Tafsir Al-Baghawi juz 4, dijelaskan bahwa orang Arab menyatakan “fulanun alat thariqatul mutsla” maksudnya ialah “ala shirathin mustaqim”, berarti “si Anu berada di atas jalan yang lurus.”

4) Q.S. Thoha 77 :

“Dan sesungguhnya telah Kami wahyukan kepada Musa: "Pergilah kamu dengan hamba-hamba-Ku (Bani Israil) di malam hari, maka buatlah untuk mereka jalan yang kering di laut itu, kamu tak usah khawatir akan tersusul dan tidak usah takut (akan tenggelam)".”

Kata-kata “thariqat” dalam ayat itu berarti “jalan” di laut dan terbelahnya Lautan Merah untuk jalan bagi Nabi Musa dan pengikut-pengikutnya. Peristiwa itu terjadi setelah ia memukulkan tongkatnya.

5) Q.S. Thoha 104 :

“Kami lebih mengetahui apa yang mereka katakan, ketika berkata orang yang paling lurus jalannya di antara mereka: "Kamu tidak berdiam (di dunia) melainkan hanyalah sehari saja".”

Adapun yang dimaksud dengan “lurus jalannya” dalam ayat itu ialah orang yang agak lurus pikirannya atau amalannya di antara orang-orang berdoa itu.

6) Q.S. Al-Ahqaf 30 :

“Mereka berkata: "Hai kaum kami, sesungguhnya kami telah mendengarkan kitab (Al Qur'an) yang telah diturunkan sesudah Musa yang membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya lagi memimpin kepada kebenaran dan kepada jalan yang lurus.”

7) Q.S. Al-Mukminin 17 :

“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan di atas kamu tujuh buah jalan (tujuh buah langit). dan Kami tidaklah lengah terhadap ciptaan (Kami).”

8) Q.S. Al-Jin 11 :

“Dan sesungguhnya di antara kami ada orang-orang yang saleh dan di antara kami ada (pula) yang tidak demikian halnya. Adalah kami menempuh jalan yang berbeda-beda.”

Al-Farra’ mengartikan “kunna thariqa qidada” dalam ayat itu dengan “kunna firaqan mukhtalifah” bermakna “adalah kami beberapa kelompok yang berbeda-beda.”

9) Q.S. Al-Jin 16 :

“Dan bahwasanya: jikalau mereka tetap berjalan lurus di atas jalan itu (agama Islam), benar-benar Kami akan memberi minum kepada mereka air yang segar (rezki yang banyak).”

Kata “thariqat” dalam ayat itu berarti “agama Islam.”

Demikian beberapa makna kata “thariqat” dalam segi bahasa ( lughah ).

TAHAPAN-TAHAPAN MENDEKATKAN DIRI KEPADA ALLAH SWT (B. T H A R I Q A T)

Kalau jalan menuju arah kesempurnaan yang pertama adalah syari’at, maka pintu kedua yang harus dibuka dan harus dilalui adalah thariqat. Ibarat sebuah tangga, syari’at adalah anak tangga pertama dan thariqat adalah anak tangga kedua. Thariqat tidak bisa dilalui dan pintunya tak akan pernah terbuka sebelum melalui dan membuka pintu pertama, yaitu Syari’at.

TAHAPAN-TAHAPAN MENDEKATKAN DIRI KEPADA ALLAH SWT (A. S Y A R I ’A T)

Allah SWT mengutus Nabi Muhammad SAW membawa agama yang suci lagi penuh kelapangan dan kemudahan serta syari’at yang lengkap dan menjamin manusia dalam kehidupan bersih lagi mulia dan menyampaikan mereka kepuncak ketinggian dan kesempurnaan. Adapun tujuan yang hendak dicapai oleh Risalah Islam ialah membersihkan dan mensucikan jiwa dengan jalan mengenal Allah serta beribadat kepada-Nya dan mengokohkan hubungan antar sesama manusia serta menegakkannya diatas dasar kasih sayang, persamaan dan keadilan, hingga dengan demikian tercapailah kebahagiaan manusia baik di dunia maupun di akhirat.

Mengerjakan syari’at itu diartikan sebagai mengerjakan amal badaniah yang menyangkut dari segala hukum-hukum atau aturan-aturan misalnya ; hukum shalat, hukum puasa, hukum zakat, hukum haji dan lain-lain. Tegasnya bahwa syari’at itu ialah peraturan-peraturan yang bersumber dari al-Qur’an dan as-Sunnah. Sebagai dasar pegangan, Qur’an menyebutkan :

“Untuk tiap-tiap umat di antara kamu, Kami berikan aturan (syariat) dan jalan (manhaj) yang terang.” (Q.S. al-Maa-idah: 48)

Difinisi syari’at secara terminologi, diantaranya ;

1. Menurut Mahmud Syaltut : “ Syari’at adalah hukum-hukum (tata aturan) yang diciptakan oleh Allah atau yang diciptakan pokok-pokoknya supaya manusia berpegang kepadanya didalam hubungannya kepada Allah, alam semesta, dan keseluruhan hidup “.

2. Menurut At-Tahanawi : “ Syariat adalah hukum-hukum yang diadakan oleh Allah yang dibawa oleh salah satu nabi-Nya termasuk Nabi Muhammad SAW, baik hukum yang berkaitan dengan cara berbuat yang disebut Far’iyyah Amaliyah yang didalamnya terhimpun dalam Ilmu Fiqih, maupun yang berkaitan dengan kepercayaan yang disebut dengan Ashliyyah atau I’tiqadiyyah yang didalamnya terhimpun dalam Ilmu Kalam “.

Kedua definisi tentang syari’at tersebut sesungguhnya memberikan suatu kejelasan bahwa syari’at adalah merupakan doktrin Ilahi tanpa campur tangan sama sekali dari manusia. Manusia tidak diberi hak sedikitpun untuk membuat syari’at itu. Manusia hanya diberi kewajiban untuk melaksanakan apa yang telah disyari’atkan kepadanya, berkewajiban untuk memegang teguh aturan-aturannya, sebab dengan adanya syari’at itu agar manusia menjadi bahagia baik di dunia maupun di akhirat kelak.

Dalam kehidupan kerohanian (tasawwuf) dan orang yang akan berjalan menuju Allah, syari’at adalah langkah awal untuk memasuki pintu-pintu menuju pada arah kesempurnaan. Dengan demikian kesempurnaan tidak akan tercapai tanpa melalui pintu pertama yaitu Syari’at. Jadi, Ilmu Tasawwuf yang benar harus berpangkal dari syari’at yang benar, sebagaimana diungkapkan oleh Imam Sufi Syeikh Abdul Qasim Al-Junaidi Al-Baghdadi : “ Ajaran-ajaranku ini diikat kuat dengan kitab dan sunnah. Barangsiapa yang tidak menjaga Al-Qur’an dan Al-Hadits maka itu tidak boleh diikuti dalam urusan ini (tasawwuf) sebab ilmu kami ini diikat dengan kitab dan sunnah “.

Begitu juga Syeikh Abdul Qadir Al-Jailani berkata : “ Ketahuilah wahai anak-anakku, mudah-mudahan Tuhan memberikan taufiq kepada kami dan engkau dan semua ummat Islam, aku wasiatkan kepada kamu bahwa engkau tetap menjalankan syari’at dan memelihara batas-batasnya. Ketahuilah wahai anak-anakku, bahwa thariqat kami ini didasarkan atas al-Qur’an dan as-Sunnah “.

Kemudian Syeikh Ibrahim An-Nasharbadzi, berkata : “ Asal atau dasar ajaran ini (tasawwuf) adalah menetapi kitab dan sunnah, meninggalkan hawa nafsu dan bid’ah, berpegang pada imam-imam, mengikuti ulama salaf, meninggalkan sesuatu yang diadakan oleh orang-orang belakangan dan berdiri diatas jalan yang ditempuh oleh orang-orang terdahulu”.

Imam Ghazali menegaskan : “ Ketahuilah bahwasanya orang-orang yang menuju jalan Allah adalah sedikit, sedangkan orang-orang yang mengaku-ngaku banyak. Tanda pertama adalah semua perbuatannya yang bersifat ikhtiyariyah adalah menepati ukuran syarak, berdiri diatas ketentuan pengajaran syarak., baik dalam sikap mendatangkan atau mengeluarkan, maju atau mundur karena menempuh jalan tasawwuf adalah suatu hal yang tidak meungkin dilaksanakan kecuali apabila sudah menjalankan kemuliaan-kemuliaan syari’at. Dan seorang tidak akan sampai pada jalan tasawwuf kecuali orang-orang yang membiasakan atau melaksanakan dengan tekun terhadap sunnah-sunnah. Maka bagaimanakah akan mencapai jalan sufi seorang yang melupakan (melengahkan) fardhu-fardhu dan padahal seseorang yang menuju pada jalan Tuhan itu berpaling dari dunia dengan sungguh-sungguh. Andaikata orang-orang menyamakan orang sufi (dengan yang lain) maka akan binasalah alam ini “.

Dalam syari’at, apabila seseorang mengerjakan shalat dan sudah ada wudhu, telah menghadap ke Kiblat, ber-takbiratul ihram, membaca Fatihah, rukuk dan sujud dan sampai dengan salam atau dengan kata lain sudah memenuhi syarat-syarat dan rukun-rukun sholat oleh syari’at sudah dianggap shalatnya telah syah.

Tujuan utama syari’at itu ialah membangun kehidupan manusia atas dasar amar ma’ruf dan nahi munkar. Ma’ruf dibagi ke dalam 3 (tiga) kategori yaitu : Fardhu ‘ain, Sunnat (mustahab), Mubah (harus). Sedangkan yang munkar dibagi atas 2 (dua) kategori yaitu : Haram dan Makruh.

Petunjuk-petunjuk tersebut di atas memberi pegangan yang kuat bagi setiap manusia untuk dapat memahami dalam membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, mana benar dan mana yang salah. Petunjuk-petunjuk itu mengikat manusia sebagai kewajiban moril dalam segala sikap hidupnya.

Dalam mengerjakan perkara wajib, sunnat, kebaikan, kebenaran, dianggap sebagai suatu kewajiban moril untuk mengerjakannya yang kelak akan mendapat pahala dan balasannya ialah Surga.

Kemudian dalam mengerjakan perkara yang haram, makruh, kemaksiatan atau kejahatan, semuanya itu dipandang sebagai dosa dan balasannya ialah Neraka.

Peraturan-peraturan yang diatur oleh syariat seperti tersebut di atas, adalah atas dasar al-Qur’an dan as-Sunnah yang merupakan sumber-sumber hukum dalam Islam untuk keselamatan manusia. Tetapi menurut ahli Sufi dan kaum Thariqat, bahwa syari’at itu baru merupakan tingkat pertama dalam perjalanan menuju kepada Allah.

Sebagaimana dalam Ilmu Tasawwuf diterangkan bahwa apabila Syariat dan Thariqat itu sudah dapat dikuasai maka lahirlah Hakikat yang tidak lain daripada perbaikan keadaan dan ahwal, sedang tujuan terakhir ialah Ma’rifat yaitu mengenal Allah yang sebenar-benarnya, serta mencintai-Nya dengan sebaik-baiknya. Syariat ialah pengenalan jenis perintah (hukum dan aturan yang bersumber dari al-Qur’an dan as-Sunnah) dan Hakekat ialah pengenalan pemberi perintah. Demikianlah, sesuai dengan apa yang diterangkan oleh Imam Ghazali : “ Jalan ini yaitu jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah memerlukan tanjakan-tanjakan bathin. Hal ini perlu mengosongkan bathin manusia dari hal-hal yang merusak dan kemudian mengisinya dengan dzikrullah atau ingat kepada Allah. Tanjakan-tanjakan itu, dimulai dari satu tingkat kemudian selanjutnya ke tingkat yang lebih tinggi (tahap demi tahap).”